JAKARTA. Pidato Presiden Joko Widodo pada peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) dipuji khalayak luas pada Rabu (22/4). Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah salah satu pihak yang juga menyambut baik pidato tersebut.
Dari sekitar 838 kata yang ada di naskah, Jokowi mengungkapkan dengan gamblang masalah rakyat Asia Afrika kekinian, juga relevansi “Semangat Bandung” untuk masa depan dua region penting di dunia tersebut.
“Kita senang Jokowi mengemukakan masalah ketimpangan, ketidakadilan dan kekerasan pada forum tertinggi negara-negara Asia Afrika. Inilah beberapa poin yang juga menjadi masukan Konferensi Rakyat Asia Afrika (KRAA) yang berlangsung pada Sabtu (19/)4) lalu. Meski hari sebelumnya pada Forum Ekonomi Dunia (WEF) untuk Asia Timur beliau mengundang swasta dan perusahaan transnasional untuk ramai-ramai investasi di bidang pertanian,” papar Henry Saragih di kantor SPI, Jakarta, sore tadi (22/04).
“Ketimpangan dan ketidakadilan, juga keinginan rakyat Asia Afrika untuk bahu membahu dengan pemerintah untuk memecahkannya, adalah masalah mendasar yang perlu segera ditindaklanjuti bersama. Masukan tersebut sendiri sudah diterima oleh panitia KAA pada pelaksanaan KRAA empat hari lalu di Galeri Nasional, Jakarta,” terang Henry lagi.
Lebih lanjut lagi, Henry menyampaikan kegembiraan petani untuk semangat melepaskan diri dari pengaruh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
“Petani sudah lama menolak lembaga-lembaga finansial neoliberal tersebut. Merekalah akar ketimpangan tanah, air dan benih di negeri ini,” terang Ketua Umum SPI itu.
“Bank Dunia merancang dan mempraktikkan pasar tanah sejak era 1990-an, sementara Letter of Intent IMF 1997 membuka keran impor dan liberalisasi pangan. IMF jugalah yang menyarankan privatisasi BULOG. Sementara itu, ADB juga berkontribusi besar untuk liberalisasi tanah untuk swasta pada beberapa UU dan peraturan terkait,” ujar Henry.
“Indonesia sebenarnya contoh baik untuk tidak tergantung pada Bank Dunia, IMF dan ADB. Kita berusaha lepas dari IMF, walaupun belum sepenuhnya bebas,” ujar dia lagi.
Henry melanjutkan, Bank Dunia pernah mendorong liberalisasi air dalam proyeknya. Tapi rakyat bersatu, dan akhirnya UU tentang air yang liberal tidak berlaku lagi tahun ini.
“Nah, kita sekarang menunggu realisasi pidato Presiden Jokowi tersebut. Air misalnya, harus diolah sepenuhnya oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Henry.
Keputusan judicial review UU Air memang belum sepenuhnya ditindaklanjuti pemerintah. Sementara, akses hak atas air masih menjadi masalah petani dan masyarakat kota. Swasta pun masih terus mengeruk untung dari air yang harusnya dinikmati rakyat secara bebas.
Henry menambahkan, Pak Jokowi harus segera merealisasikan pidato baik ini. Kesejahteraan, solidaritas, dan hak asasi manusia seperti yang disebutkan memang harus segera kita wujudkan bersama. Petani jelas mendukung dan siap bekerja keras bersama.
“Terakhir, para petani SPI memuji komitmen kita untuk Palestina. Kita sudah bersolidaritas dengan petani di sana, dan alangkah baiknya jika kemerdekaan dan hak asasi rakyat Palestina juga diakui seluruh dunia,” tutup Henry.
Kontak lebih lanjut:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668 – Email: hsaragih@spi.or.id