JAKARTA. Di tengah instruksi Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk segera melaksanakan reforma agraria untuk mengatasi ketimpangan ekonomi masyarakat kecil dan kesenjangan kepemilikan lahan melalui redistribusi lahan, PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) kembali berulah. Setelah sebelumnya menggusur dan menghancurkan 554 hektar lahan petani di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (18/11/2016), kemarin (27/03/2016), PT LNK telah menghancurkan keseluruhan rumah-rumah milik petani Serikat Petani Indonesia (SPI) Mekar Jaya.
Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah menegaskan, seribuan personil yang berasal dari Satpol PP, Pemadam Kebakaran, hingga Brimob beserta alat berat sudah meratakan dan menghancurkan rumah petani di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
“Kami mengecam PT LNK. Tindakan PT LNK ini tentu saja melanggar perintah Presiden Jokowi untuk segera melaksanakan reforma agraria, meredistribusi lahan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, karena Desa Mekar Jaya ini sebelumnya telah didaftarkan menjadi kampung reforma agraria. Ada 70 rumah petani yang dihancurkan yang mengakibatkan 360 orang keluarga petani tak memiliki tempat tinggal lagi,” tegas Agus Ruli dalam konferensi pers di Jakarta, pagi ini (28/03).
“Apa yang dilakukan PT LNK tentu saja akan menambah jumlah masyarakat miskin, karena memutuskan akses petani ke sumber penghidupannya. Jadi, tindakan PT LNK ini secara langsung sudah melanggar instruksi Presiden Jokowi tentang percepatan reforma agraria yang kembali ditekankan Presiden di Mandailing Natal, 25 Maret 2017 kemarin,” lanjut Agus Ruli.
Di tempat terpisah, Zubaidah, Ketua SPI Sumatera Utara menjelaskan, konflik ini berawal ketika PTPN II Kebun Gohor Lama mulai mengklaim lahan yang dikuasai oleh petani sejak tahun 1952. Pada tahun 1952, Masyarakat Paya Redas membuka lahan di daerah Paya Redas dan Paya Kasih sekitar 1.000 hektar tanah untuk tanaman padi sawah dan darat. Pada tahun tersebut dibuat satu perkampungan bernama Paya Redas dengan TK Abdul Hamit sebagai Kepala Kampung medio tahun 1954-1964. Selanjutnya, pada 1970-an lahan diklaim oleh Perusahaan PTP II/PTPN II Gohor Lama dengan menggusur habis tanaman dan rumah penduduk sekitar Paya Redas lebih kurang 500 hektar. Setelah itu petani terus menerus mengalami penggusuran demi penggusuran sampai detik ini yang kemudian diwariskan kepada PT. LNK, perusahaan patungan dari PTPN II dan Kuala Lumpur Kepong Plantation Holdings Bhd (KLKPH), dimana 60% saham kepemilikan dikuasai oleh perusahaan asal Malaysia tersebut dan 40% sisanya untuk PTPN II. Penggusuran yang dilakukan merupakan upaya perusahaan untuk mengusir petani dari tanah yang ditinggali dan dikelola selama bertahun-tahun secara turun temurun.
“PT LNK mengklaim kalau yang menguasai lahan dan pemilik rumah adalah penggarap yang berasal dari luar daerah. Padahal sejatinya pemilik lahan dan rumah adalah keturunan dan ahli waris langsung yang sudah tinggal di sana secara turun temurun,” papar Zubaidah.
Zubaidah memaparkan, berdasarkan rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR Sumatera Utara yang dihadiri semua pihak yang terlibat konflik pada 30/01/2017, Ketua Komisi A DPRD Sumut F.L. Fernando Simanjuntak sudah memerintahkan pihak LNK dan PTPN II untuk menghadirkan kondisi yang baik di tengah masyarakat.
“Kami dari SPI Sumatera Utara bersama perwakilan petani SPI Mekarjaya sudah mendatangi Komisi A DPRD Sumatera Utara. Komisi A DPRD yang diwakili Fernando Simanjuntak dan Sarma Hutajulu selaku Ketua dan Sekretaris Komisi A menyampaikan kalau pihak satpol PP tidak bisa menggusur lahan dan rumah petani. Ini artinya PT LNK sudah seenaknya mengatur Pemerintahan Kabupaten Langkat,” paparnya.
Darurat!
Langsung dari lapangan, Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) SPI Kabupaten Langkat Suriono menegaskan, secara hukum tanah dan rumah yang sudah diratakan masih dalam kondisi status quo.
“Berdasarkan proses penyelesaian konflik yang kami lakukan, mulai dari RDP, hingga pelaporan ke Kantor Staf Presiden, Kementerian Agraria, dan lainnya, belum ada keputusan mengenai status lahan dan rumah milik petani, walau kami punya bukti-bukti yang menguatkan. Ini berarti siapa pun tidak berhak melakukan kegiatan di atas lahan, apalagi sampai menggusur dan menghancurkan rumah kami,” tegas Suriono.
Suriono juga mendesak pihak PT LNK menghargai hukum dan instruksi Presiden Jokowi tentang pelaksanaan reforma agraria, bukan malah bertindak mengangkangi hukum dan menghambat reforma agraria dengan menghancurkan hajat hidup, sumber penghidupan petani kecil.
“Pihak BPN atau Kementerian Agraria sendiri belum mengeluarkan putusan mengenai konflik lahan ini, mengapa PT LNK berani mengangkangi hukum di negeri ini ? Apa masih belum puas mereka menghilangkan sumber penghidupan kami, meratakan dan menggusur lahan kami, dengan berusaha meratakan rumah-rumah kami,” tegasnya.
Suriono menambahkan, saat ini petani SPI Mekarjaya mendirikan tenda-tenda darurat di atas puing-puing rumah mereka yang dihancurkan.
“Apapun ceritanya kami tidak akan meninggalkan lahan kami, lahan nenek moyang, meski listrik diputus, rumah dihancurkan, kami akan tetap mempertahankan hak kami,” tutup Suriono.
Kontak selanjutnya:
Agus Ruli Ardiansyah – Sekretaris Umum SPI – 0812 7616 9187
Zubaidah – Ketua SPI Sumatera Utara – 0813 6281 2043