JAKARTA. Awal Oktober 2016 Lampung memanas. Konflik agraria yang tak kunjung diselesaikan berujung bentrok antara serikat tani korban gusuran PT. Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) dan petugas pengamanan swakarsa di Kabupaten Tulangbawang, Lampung. Akibat kejadian ini setidaknya telah terjadi intimidasi, tindak kekerasan dan penangkapan petani. Selain itu, sebuah traktor, puluhan sepeda motor dan puluhan tenda hangus terbakar. Sebuah mobil hancur dan sempat terjadi pemblokiran di jalan lintas timur Sumatera.
Sebelumnya, sejumlah warga yang tergabung dalam perkumpulan serikat tani korban gusuran PT. BNIL telah mendirikan tenda-tenda di sekitar areal konflik untuk mendukung pencabutan persetujuan izin alih fungsi lahan PT. BNIL dari tanaman kelapa sawit menjadi tanaman tebu.
Petani juga sudah menyampaikan ke Komnas HAM terkait pelanggaran pendudukan lahan oleh PT. BNIL. Dari 6.500 hektare lahan hak guna usaha (HGU) PT. BNIL, masyarakat hanya memperoleh relokasi seluas 3.000-an hektare (Antara News Lampung, red).
Walaupun Bupati Tulang Bawang telah menyampaikan bahwa permasalahan sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan akan diselesaikan dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) yang berisikan Kepolisian Daerah Lampung, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, PT. BNIL dan perwakilan masyarakat (petani). Namun faktanya, penyelesaian konflik agraria yang disampaikan bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan.
Berdasarkan hal itu, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengutuk keras kejadian tersebut dan berpendapat bahwa petani yang ditangkap harus dibebaskan tanpa syarat.
Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Agus Ruli Ardiansyah menyampaikan, kekerasan dan intimidasi yang dialami petani juga harus diusut secara tuntas.
“Jika dibiarkan, ke depan akan mencederai perjuangan reforma agraria di tanah air,” ungkapnya di Jakarta (04/10).
Agus Ruli mengeaskan, dengan konflik-konflik agraria yang kerap terjadi akhir-akhir ini, reforma agraria sembilan juta hektar yang menjadi agenda prioritas nasional belum benar-benar dijalankan oleh pemerintah.
“Jangan ragu lagi, percepat pelaksanaan reforma agraria sejati, jika tidak konflik agraria semakin meluas dan selalu mengkorbankan petani kecil,” tegas Ruli.
Solidaritas
Sementara itu Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Lampung yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) melakukan aksi solidaritas mendesak penyelesaian konflik antara petani di Tulang Bawang dengan PT BNIL di Bandar Lampung (04/10).
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Lampung Muhlasin menyampaikan, SPI bersama PPRL mengecam tindakan kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oknum tim terpadu (TNI, Polri, dan sipil bersenjata) terhadap petani korban gusuran PT BNIL.
“Oleh karena itu kami menuntut penghentian tindakan kekrasan dan penangkapan terhadap kaum tani yang berkonflik dengan PT BNIL. Kami juga menuntut penyelidikan dan penyelesaian menyeluruh terhadap PT BNIL yang justru telah melakukan perampasan lahan,” papar Muhlasin.
Muhlasin menambahkan, SPI bersama PPRL juga mendesak pemerintah Provinsi Lampung dan Kabupaten Tulang Bawang untuk mencabut seluruh izin operasional PT BNIL.
“Solusinya adalah mengembalikan lahan kaum tani yang dirampas oleh PT BNIL,” tegasnya.
PPRL sendiri terdiri atas SPI Lampung, LBH, KSN, AGRA, PPI, LMND, SMI, dan FMN.