SIARAN PERS BAMUSTANI (BADAN MUSYAWARAH TANI)
JAKARTA. Bertepatan dengan momentum peringatan Hari Tani Nasional tahun 2016, Badan Musyawarah Tani (BAMUSTANI) akan menyelenggarakan rangkaian aksi sepekan untuk memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 2016.
Henry Saragih, Koordinator BAMUSTANI menyampaikan, aksi HTN 2016 kali ini untuk mengingatkan pemerintahan Jokowi-JK untuk kembali Nawa Cita yang hakiki.
“Kami meilihat menjelang dua tahun usia pemerintahan, agenda pembangunan ekonomi telah berbelok kembali ke jalur ekonomi liberal (ekonomi pasar),” kata Henry di Jakarta pagi ini (21/09).
Henry memaparkan, sepanjang tahun 2016 ini, agenda besar kebijakan ekonomi nasional dipenuhi dengan kepentingan ekonomi pasar. Paket kebijakan ekonomi jilid 1 hingga jilid 13 yang terbit dalam kurun waktu September 2015 hingga Agustus 2016, merupakan paket kebijakan untuk kepentingan pasar dan investasi.
“Pada bulan Juli ditetapkan UU Pengampunan Pajak, sebagai kebijakan penghapusan pajak bagi pemilik modal yang ‘mengemplang’ pajak dengan berbagai fasilitas dan kemudahan investasi bagi mereka. Nasib UU Pokok Agraria sangat berbeda jauh dengan UU Pengampunan Pajak. UU Pengampunan Pajak yang menyasar 1.508 wajib pajak besar (kekayaan di atas 100 milyar), segera dijalankan dengan segala perangkat dan instrumen yang telah disiapkan”.
“Sementara UU Pokok Agraria yang telah berusia 56 tahun dan menjadi payung hukum bagi 14,62 juta keluarga petani gurem dan buruh tani tak kunjung dijalankan,” papar Henry Saragih yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI)
Hal senada disampaikan Muhammad Nuruddin. Ia mengemukakan, dalam agenda Nawa Cita kelima dijabarkan, Jokowi-JK akan meningkatkan kesejahteraan melalui land Reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar.
“Namun dalam dokumen RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) telah terjadi distorsi makna dan pembelokan arah program reforma agraria. Hanya 4,5 juta hektar tanah yang akan didistribusikan kepada rakyat dan 4,5 juta hektar adalah program sertifikasi tanah. Dan model distribusi 4,5 juta hektar tanah tersebut juga dimanipulasi untuk kepentingan pemodal, melalui pola kemitraan transmigrasi dengan perkebunan, ada transmigrasi biasa, ada transmigrasi yang bekerjasama dengan kemitraan rakyat[1],” kata Muhammad Nuruddin, dari Aliansi Petani Indonesia (API).
Selanjutnya, Agusdin Pulungan dari Wahana Masyarakat Tani & Nelayan Indonesia (WAMTI) menimpali, Kementerian Pertanian sendiri menyatakan bahwa mereka memerlukan alokasi lahan dua juta hektar untuk investasi pabrik kelapa sawit, pabrik gula dan food estate, sebagai bagian skema distribusi tersebut.
“Kantor Staf Presiden yang menginisiasi pembentukan Tim Kerja Reforma Agraria juga tidak lepas dari skema tersebut, dan dikhawatirkan semakin menyimpang dengan adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga yang anti terhadap Reforma Agraria. Reforma agraria dibelokkan sebatas Hutan Kemasyarakatan atau Hutan Sosial, yang tidak menyelesaikan ketimpangan penguasaan dan kepemilikan lahan. Sementara Kementerian Agraria yang diharapkan menjadi pelaksana reforma agraria, menganggap kewenanganya sebatas urusan administrasi pertanahan semata,” ungkap Agusdin.
Kustiwa Adinata dari Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI) mengemukakan, program reforma agraria yang diagendakan saat ini tidak sesuai dengan amanah dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU No.5 Tahun 1960.
“Agenda kebijakan agraria yang diusung pemerintah tidak lepas dari corak lama, di bawah pengaruh dan kendali kepentingan pasar dan Bank Dunia. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya suara-suara untuk merevisi UU No.5 Tahun 1960 dengan regulasi yang lebih ramah terhadap pasar, serta kebijakan untuk membentuk Bank Tanah yang merupakan bagian dari proyek Bank Dunia untuk melibaralisasi pasar tanah,” papar Kustiwa.
Henry Saragih menambahkan, oleh karena itu BAMUSTANI akan melakukan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan di berbagai daerah di nusantara.
“Rangkaiannya dimulai hari ini dengan melakukan diskusi dan konferensi pers. Kita juga akan aksi di Bundaran HI, Kementerian Agraria / Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian, dan aksi besar pada tanggal 27 September di Istana Negara. Demikian juga di daerah-daerah di Indonesia,” tambahnya.
“Tuntutan kami adalah segera laksanakan reforma agraria aejati, tuntaskan konflik-konflik agraria, jalankan kedaulatan pangan, segera bentuk kelembagaan pangan, dan bentuk Badan Otorita Reforma Agraria (BORA),” tutupnya.
BADAN MUSYAWARAH TANI (BAMUS TANI)
Serikat Petani Indonesia (SPI) – Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI)
Aliansi Petani Indonesia (API) – Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI)
Kontak lebih lanjut :
Henry Saragih, Ketua Umum SPI, (0811 655 668)
Muhammad Nuruddin, Sekjen API, (0813 3434 4808)
Agustin Pulungan, WAMTI. (0812 9184 101)
Kustiwa Adinata, IPPHTI, (0812 2398 953)
[1] Pernyataan Kementerian LHK setelah Ratas Kabinet 27 Februari 2015. Pada saat yang sama, Kementan menyatakan memerlukan 2 juta hektar untuk investasi pabrik kelapa sawit, pabrik gula dan proyek food estate.