JAKARTA. Mahasiswa dan pemuda tani ikut menolak WTO (World Trade Organization) dan mendesak agar Indonesia keluar dari keanggotaan WTO. Untuk itu, puluhan pemuda tani melakukan rangkaian aksi tolak WTO, di Jakarta dan di Medan (Sumatera Utara).
Rangkaian aksi dimulai di Jakarta pada Jum’at (08/12) di depan Kementerian Perdagangan. Aksi ini dilakukan oleh pemuda tani Serikat Petani Indonesia (SPI). Randa Sinaga selaku koordinator aksi ini perdagangan bebas yang terjadi di WTO adalah seumpama hukum rimba, dimana yang kuat (kapital) akan memangsa yang lemah, dan tentunya hanya akan menyengsarakan petani dan Nelayan.
“Maka tidak ada jalan kompromi apa pun, Indonesia harus keluar dari WTO dan segala wujud lainnya dari perdagangan bebas. Indonesia sebagai negara besar yangg mayoritas penduduknya berproduksi dalam sektor agraria dan kemaritiman tidak perlu takut untuk berdaulat sebagai suatu bangsa,” tegasnya.
Randa melanjutkan, pemuda tani menolak tegas WTO karena keberadaan WTO yang semakin membuat petani sengsara akan semakin menyurutkan niat pemuda-pemudi untuk terjun menjadi petani.
“Kalau tidak ada lagi pemuda-pemudi yang mau jadi petani, mau dibawa kemana bangsa ini ke depannya, ketika tidak ada lagi yang bertani yang memberi makan masyarakat dunia, yang menegakkan kedaulatan pangan,” tuturnya.
Aksi serupa kemudian dilanjutkan kemarin (12/12), juga di tempat yang sama, di depan Kementerian Perdagangan. Dalam aksi kali ini Fajar Angga, petani SPI asal Sukabumi menyampaikan, rangkaian aksi ini dilakukan dalam rangka diadakannya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 di Buenos Aires, Argentina (10-13 Desember 2017).
“Aksi dilakukan di depan Kementerian Perdagangan karena delegasi Indonesia yang hadir ke KTM WTO berasal dari kementerian ini. Oleh karena itu kami mendesak pemerintah Indonesia agar keluar dari mekanisme WTO,” tegasnya.
Angga melanjutkan, dalam aksi ini SPI juga mendesak pemerintah untuk menjalankan reforma agraria sejati dan mewujudkan kedaulatan pangan.
“Setiap bangsa dan rakyat memiliki hak untuk menentukan kebijakan-kebijakan pertanian dan pangannya sendiri, untuk melindungi dan mengatur produksi pertanian domestik dan perdagangan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang berkelanjutan, menentukan jumlah yang dapat dipenuhi sendiri dan membatasi pasar lokal dari produk-produk dumping,” paparnya.
Sementara itu, di Medan, Sumatera Utara (Sumut), di hari yang sama, puluhan pemuda tani SPI Sumut dan mahasiswa yang tergabung dalam Sumatran Youth Food Movement (SYFM) melakukan aksi tolak WTO di Universitas Sumatera Utara, Medan.
Erick Sitohang selaku koordinator aksi mengutarakan, aksi ini diikuti oleh perwakilan mahasiswa dari empat universitas di kota Medan.
“21 tahun WTO berdiri rakyat malah makin miskin, WTO tidak demokratis, WTO melanggar hak asasi petani, WTO mengancam pertanian, WTO menghambat pembangunan, keberadan WTO hanya mengancam petani dan pangan di negara kita,” tutupnya.