JAKARTA. Reforma agraria adalah penataan ulang struktur kepemilikan, dan penguasaan, sumber-sumber agraria, menghapuskan ketimpangan agrariamenuju suatu keadan terjadinya keadilan agraria. Reforma agraria memastikan tanah untuk orang yang mengerjakannya (petani), berfungsi sosial, hanya untuk warga negara Republik Indonesia, demikian diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah menyampaikan, SPI menyambut dengan senang hati ketika Pemerintahan Jokowi-JK menempatkan reforma agraria sebagai salah satu program utamanya. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menjelaskan bahwa pemerintahan ini akan mendistribusikan tanah seluas 4,5 juta hektar kepada masyarakat dan 4,5 juta hektar berupa sertifikasi tanah. Tanah 4,5 juta hektar yang akan didistribusikan kepada rakyat terdiri dari 4,1 juta hektar pelepasan kawasan hutan dan 0,4 juta hektar dari HGU (Hak Guna Usaha) habis, tanah terlantar, dan tanah negara lainnya.
“Artinya, reforma agraria yang dijalankan pemerintah saat ini tidak merubah struktur ketimpangan penguasaan tanah, melainkan hanya sekedar mendistribusikan tanah dan melegalisasi atau sertifikasi tanah,” kata Agus Ruli di Jakarta pagi ini (20/09).
Agus Ruli melanjutkan, tiga tahun pemerintahan Jokowi berlangsung, program reforma agraria yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 tersebut juga tidak dijalankan dengan maksimal. Data menunjukkan sejak ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 hingga per tanggal 24 Agustus tahun 2017, hasil kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk program sertifikasi tanah transmigrasi target 600.000 hektar terealisasi hanya 32.820 hektar (5,4%), program legalisasi aset target 3.900.000 hektar terealisasi 1.189.349 hektar (30,49%), program pelepasan kawasan hutan target 4.100.000 hektar terealisasi 707.346 hektar (17,25 %) dan program redistribusi tanah target 400.000 hektar terealisasi hanya 185.958 hektar (46,49 %).
“Data ini pun perlu dipertanyakan keakuratannya, terutama tanah yang didistribuskan 185.958 ha tersebut,” tegasnya.
Agus Ruli menegaskan, kegagalan pemerintah dalam merealisasikan program tersebut disebabkan oleh kurang kuatnya kemauan dari Kementerian ATR/BPN yang ditugaskan untuk melaksanakan pelaksanaan reforma agraria tersebut.
“Di samping berbagai kelemahan teknis lainnya, mulai dari tidak adanya data yang akurat terkait obyek tanah reforma agraria (TORA) tersebut, maupun pendanaan yang belum tersedia, serta partisipasi dari petani dan orang-orang di pedesaan yang selama ini mendesak untuk pelaksanaan reforma agraria yang masih sangat rendah,” paparnya.
Agus Ruli mengemukakan, kegagalan Kementerian ATR/BPN dalam menentukan objek dan subjek TORA membuat pemerintah Jokowi-JK mengubah model distribusi tanah dengan mendorong masyarakat untuk memberikan usulan data-data objek dan subjek yang akan dijadikan TORA kepada pemerintah.
“Namun, lagi dan lagi Kementerian ATR/BPN yang bertugas melegalisasi dan meredistribusi TORA (Pokja II) dalam model tersebut hanya menindaklanjuti usulan data yang terkategorisasi clean and clear, sedangkan lebih dari 90 persen tanah TORA usulan masyarakat masih dalam sengketa seperti yang terjadi saat ini di desa Mekar Jaya, Kabupaten Langkat berkonflik dengan perusahaan PT.LNK asal Malaysia maupun di desa Pasir datar dan Sukamulya di Sukabumi berkonflik dengan PT. Suryanusa Nadicipta yang mengakibatkan 10 petani dikriminalisasi,” paparnya panjang lebar.
Agus Ruli mengingatkan, keadaan di atas sangat memperihatinkan, karena program reforma agraria bisa menjadi berhenti alias mangkrak.
“Oleh karena itu, dalam Rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN) yang ke 57, 24 September 1960 – 24 September 2017 – kami Serikat Petani Indonesia (SPI) menuntut kepada pemerintah untuk segera menjalankan reforma agraria sejati, menuntaskan konflik-konflik agraria dengan mendistribusikan tanah kepada petani dan penggarap; dan segera membentuk Badan Otorita Reforma Agraria (BORA) dengan kewenangan yang kuat untuk dapat menjalankan mandat UUPA dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden,” tutupnya.
Kontak Selanjutnya:
Agus Ruli Ardiansyah – Sekretaris Umum DPP SPI – 0812 7616 9187