PASAMAN BARAT. Seribuan petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar ) melakukan long march dan aksi damai menuju kantor Bupati (27/09/2016).
Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) SPI Pasaman Barat Januardi menyatakan, dalam aksi memperingati Hari Tani Nasional 2016 ini, massa petani SPI mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi. Selain itu, sampai saat ini persoalan tanah ulayat yang dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan belum mampu memakmurkan petani. Termasuk plasma petani dengan sistem bapak angkat, belum semua berjalan dengan benar. Dampaknya, hasil plasma yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak sesuai perjanjian awal.
“Banyak perusahaan kelapa sawit yang menjalankan Hak Guna Usaha (HGU) tidak sesuai perjanjian awal dan merugikan masyarakat. Banyaknya perusahaan perkebunan sawit di Pasbar belum memberikan manfaat bagi petani. Buktinya, petani umumnya belum sejahtera,” kata Januardi.
“Misalnya, di Mandiangin Nagari Katiagan, Kecamatan Kinali masyarakat tidak mendapatkan hak plasma dengan semestinya. Padahal kalau berkaca mata pada perjanjian awal sekitar 409 hektar plasma bisa dinikmati petani. Namun realisasi di lapangan hanya janji belaka. Parahnya, sejak tahun 1996 lalu sampai sekarang, justru masyarakat selalu dirugikan. Kami berharap bupati sekarang bisa menyelesaikan persoalan petani ini,” harapnya.
“Di sinilah urgensinya reforma agraria itu dijalankan dan diwujudkan dalam perda-perda,” tegas Januardi.
Jambi
Dari Jambi, seribuan petani melakukan aksi damai ke empat titik, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jambi, Dinas Kehutanan Jambi, kantor Gubernur, dan DPRD Provinsi Jambi.
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jambi Sarwadi Sukiman menyampaikan pemerintah seharusnya ikut memperingati HTN karena ini sudah diatur melalui Kepres No. 169 Tahun 1963 oleh Presiden Soekarno.
“Karena pemerintah alpa memperingatinya kamilah yang memperingatinya sebagai petani,” kata Sarwadi pada saat melaksanakan upacar simbolis merayakan HTN 2016 di kantor BPN di Jambi (27/09).
Sarwadi melanjutkan, aksi ini juga dilakukan untuk mengingatkan pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria sejati.
“Reforma agraria sejati itu ya meredistribusikan lahan seluas 9 juta hektar kepada petani tak bertanah, buruh tani, dan petani penggarap. Jangan diartikan macam-macam, jangan dibelokkan kemana-mana,” tegas Sarwadi.
Sarwadi pun mendesak pemerintah Provinsi Jambi untuk menyelesaikan konflik agraria dan menetapkan lahan-lahan perjuangan yang sudah dikuasasi petani menjadi TORA (tanah objek reforma agraria).
Kendari
Dari Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), petani SPI yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Reforma Agraria (AMARA) melakukan aksi memperingati HTN 2016 di kantor BPN dan DPRD Sultra (27/09).
Koordinator aksi Syamsuduha menyampaikan, aksi ini juga menuntut pemerintah mencabut izin perusahaan yang bermasalah, moratorium perluasan perkebunan dan pertambangan, dan penghentian monopoli dan perampasan tanah dan kriminalisasi terhadap kaum tani dan seluruh rakyat serta menurunkan biaya produksi pertanian.
“Misalnya adalah konflik yang terjadi di UPT Arongo ada penggusuran lahan produktif masyarakat transmigrasi Arongo Kecamatan Ranomeeto Barat oleh PT Merbau Jaya Indah Grup,” ungkapya.
“Selanjutnya, dalam pembentukan tim penyelesaian permasalahan, ormas tani, lembaga, dan masyarakat petani menginginkan untuk dilibatkan,” sambungnya.
Syamsuduha juga menyampaikan, dalam menyelesaikan segera semua konflik agraria yang terjadi di Sultra juga harus melibatkan perempuan dalam proses penyelesaiannya serta mempertimbangkan situasi, kebutuhan, dan kepentingan khusus perempuan, termasuk dalam hal proses pemulihan.
“Dengan adanya penggusuran lahan yang dilakukan PT Merbau, yang merasakan dampaknya itu kami para ibu, susah dalam mendapatkan air bersih, terjadi banjir saat musim hujan, kesehatan yang terganggu, kami meminta perlindungan,” kata Tusni Widya Astuti, perwakilan petani perempuan UPT Arongo Desa Laikangdonga, Kabupaten Konsel.