JAKARTA. 8 Maret diperingati di seluruh dunia sebagai Hari Perempuan Internasional. Gaung perjuangan perempuan untuk persamaan hak juga dirayakan oleh petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI).
Dalam keterangannya, Zubaidah, Ketua SPI Sumatera Utara menyatakan bahwa peran perempuan sangat besar dalam kehidupan. “Dalam pertanian sendiri, perempuan memiliki andil yang cukup besar mulai dari pengolahan tanah, penanaman hingga panen,” ujar dia.
Zubaidah menyoroti keutamaan perempuan dalam menjaga benih. “Di dalam keluarga tani, petani perempuan telaten menjaga benih, menjaga keberhasilan panen, hingga keadilan ekonomi keluarga,” ujar dia. Kita mengetahui dalam banyak keluarga tani, perempuan memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Dari bekerja di lahan pertanian, mengatur ekonomi rumah tangga, sampai menjaga kesejahteraan suami dan anak-anaknya.
Sementara itu dari Rembang, Jawa Tengah, Tri Ema Marini, pimpinan SPI di sana menyatakan peran penting petani perempuan dalam berorganisasi.
“Mari kita mulai mengasah pengorganisasian perempuan. Saya, bersama teman-teman di Rembang mengutamakan agar perempuan aktif dalam SPI,” tutur dia.
Ema, begitu perempuan petani ini akrab dipanggil, sudah menyisir Rembang, Jepara, Blora, Purwodadi, Banjarnegara hingga kota Semarang. “Ibu-ibu yang tinggal di perumahan di kota Semarang, ternyata juga bertani. Walau kecil dan terbatas di pekarangan rumah, kita mulai dengan menanam mint,” lanjut ia berseri-seri.
“Petani perempuan tidak hanya bertani, tapi sudah mulai mengembangkan olahan pascapanen. Nilai tambah seperti produk jahe instan, kriping pisang, kripik salak terus kami maksimalkan,” kata Ema.
Banyak kemajuan. Namun kehidupan petani perempuan tak luput dari tantangan.
“(Kebanyakan)… masalah keluarga. Karena jika sudah menikah, beban mengurus suami dan anak ada pada perempuan,” ujar Zubaidah. Ia menyesalkan keluarga yang menghalangi hak perempuan untuk berorganisasi dan bekerja. “Suami dan keluarga harusnya bisa saling mendukung perempuan untuk bisa berorganisasi.” Dalam banyak studi, petani perempuan memang memikul beban tiga kali lebih berat: bertani, mengurus keluarga, dan menjadi tulang punggung ekonomi rumah tangga. “Dukungan suami dan keluarga juga penting lho untuk perjuangan petani perempuan,” kata Zubaidah lagi.
Ema juga mengamini hal tersebut. “Tantangan terberat saya adalah jauh dari keluarga dan anak. Tapi selama masih dibutuhkan dan bermanfaat untuk petani dan nelayan, saya akan bergerak semampu saya,” terang dia.
Henry Saragih, Ketua Umum SPI juga menyerukan dukungan untuk petani perempuan. “Petani perempuan SPI sangat hebat. Mereka melalui berbagai masalah dari keluarga hingga ekonomi untuk terus berorganisasi, mewujudkan kedaulatan pangan,” ujar dia.
“Ibu-ibu di daerah konflik agraria seringkali berada terdepan mempertahankan tanah leluhur dan tanah kehidupan mereka. Keluarga, para laki-laki harus mendukung perjuangan perempuan. Merekalah yang terdepan dalam perjuangan kedaulatan pangan,” kata dia.
Tema Hari Perempuan Internasional 2016 adalah kesetaraan. Resmi sudah lebih dari seabad kesetaraan ini diperjuangkan baik perempuan maupun laki-laki. Tujuannya, pada tahun 2030 nanti, dalam ekonomi, politik, ada keseimbangan baik dalam jumlah maupun kualitas manusia perempuan dan laki-laki. Seperti kita ketahui, dunia politik—politik pertanian masih dikuasai oleh laki-laki (di beberapa negara hak memilih dalam Pemilu pun belum dimiliki perempuan!). Di bidang ekonomi, hanya sedikit perempuan yang memiliki akses dan kapasitas untuk menjadi yang terbaik.
“Selamat Hari Perempuan Internasional, ayo semangat terus petani perempuan—dan perempuan Indonesia,” tutup Ema.
Zubaidah pun menyimpulkan, “Mari memperingati Hari Perempuan Internasional 2016. Di pundak perempuanlah generasi muda terlahir, di pundak perempuan jugalah kedaulatan pangan bisa terjamin. Karena perempuan adalah ibu kedaulatan pangan.”