JAKARTA. Pada 27 Mei 2007, Managing Director KfW (Kreditanstalt für Wiederaufbau-Bank Pembangunan Jerman) Wolfgang Kroh bersama Dirjen PHKA Kementerian Kehutanan Arman Malolongan menandatangi persetujuan DNS (Debt Nature for Swap) dari pemerintah Jerman senilai 12,5 juta euro. DNS atau lazim disebut dana pengalihan hutang ini digunakan untuk melindungi hutan tropis di Sumatera yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), TNBBS, dan Taman Nasional Gunung Leuser. Namun yang terjadi di lapangan, dana pengalihan hutang ini justru digunakan untuk mengusir petani dan masyarakat adat yang sudah lama mendiami daerah tersebut.
Menurut Ahmad Azhari, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Merangin, dana pengalihan hutang yang digunakan untuk pengamanan TNKS di Kabupaten Kerinci dan Merangin mengakibatkan sedikitnya 10 rumah petani di bakar dan 14 orang dipenjarakan karena dianggap merambah TNKS.
“Di Kabupaten Merangin, tindakan penangkapan dilakukan terhadap petani kopi di wilayah Sipurak Hook yang merupakan wilayah yang baru di tunjuk menjadi TNKS oleh menteri kehutanan pada tahun 2004. Sedangkan jauh sebelum di tunjuk menjadi bagian dari TNKS wilayah tersebut telah di kelola oleh warga untuk budidaya tanaman kopi. Demikian juga di Kabupaten Kerinci, yang wilayahnya dikepung oleh TNKS banyak petani ditangkap karena di anggap merambah TNKS sedangkan mereka merupakan masyarakat asli yang hidup turun temurun di wilayah tersebut,” papar Azhari pada saat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jerman, di Jakarta tadi siang (17/10).
Azhari menjelaskan, sejak tahun 1994 ribuan petani telah berproduksi di kawasan Merangin di Kecamatan Muara siau, Kecamatan Lembah Masurai, Kecamatan Jangkat, dan Kecamatan Sungai Tenang. Kemudian pasca berhentinya aktifitas pembalakan kayu oleh PT Injapsin dan Sarestra 2 pada tahun 1998, para petani juga banyak yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berproduksi di atas lahan eks HPH kedua perusahaan tersebut.
“Saat ini dari total lahan eks HPH seluas 145.000 Ha, petani sudah berproduksi di atas lahan seluas 21.084 Ha yang dikerjakan bersama oleh 8.423 KK (sekitar 33.692 jiwa ), dari sini kami mampu menghasilkan kopi kualitas tinggi berkisar 2-3 ton/ha dalam setahun,” tutur Azhari.Namun sejak Pemkab Merangin mencadangkan kawasan hutan Merangin sebagai proyek konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 14.160 ha – untuk ditetapkan dalam RTRWP Jambi 2012 sebagai bagian dari TNKS – kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani semakin masif terjadi, dan masih menyisakan trauma yang mendalam bagi ribuan petani.
Penangkapan | Pembakaran | Perusakan |
12 orang petani ditangkap tahun 2009 | 11 rumah petani dibakar tahun 2008 | 60 Ha lahan petani ditebang dalam operasi 30 september 2010, 9 rumah petani dirusak. |
Data kriminalisasi petani akibat perluasan TNKS, sumber: DPC SPI Merangin
Sementara itu menurut Ketua Departemen Politik Hukum dan Keamanan Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Agus Rully Ardiansyah, berdasarkan kenyataan tersebut, sangat jelas dana pengalihan hutang dari Pemerintahan Jerman tidak bermanfaat bagi petani dan masyarakat yang tinggal di sekitar TNKS. Namun sebaliknya, dana tersebut telah menyebabkan pembakaran rumah dan penangkapan terhadap petani.
“Untuk itu, Pemerintah Jerman harus melakukan audit independen terhadap penggunaan dana oleh TNKS tersebut dan melaporkannya ke publik dan meninjau ulang kesepakatan pengalihan hutang tersebut agar kedepan DNS tersebut tidak hanya bermanfaat terhadap TNKS namun juga memberi kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar TNKS,” ungkap Rully di Jakarta pagi ini (17/10).
Rully juga mengungkapkan 12,5 juta euro hutang Republik Indonesia kepada pemerintah Jerman untuk pengamanan TNKS justru digunakan untuk mengkriminalisasi petani Merangin dan Kerinci.
“Melalui mekanisme DNS Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan bentuk kekerasan terhadap petani oleh aparat Polhut TNKS tanpa memberikan informasi yang utuh terkait situasi sosial masyarakat dan solusi perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi untuk mengatasi ini semua, pembaruan agraria sejatilah yang menjadi jawabannya” tegas Rully.