Oleh: Tri Haryono*)
Benarkah petani memiliki kekuatan yang luar biasa, kalau ya, dimana sesungguhnya energi yang disimpan para petani? Mengidentfikasi sejauh mana petani memiliki daya dan energi yang maha dahsyat, sebenarnya secara alamiah dapat kita ketahui, tapi oleh karena “kebutaan” manusia modern, maka lagi-lagi pengetahuan tentang itu tidak disadari oleh orang-orang yang mengatakan dirinya maju.
Pak Hardi, petani anggota SPI di dusun Sidorejo, Umbulhajo, Cangringan, Sleman Yogyakarta, menuturkan pada petani sebenarnya ada kekuatan-kekuatan yang luar biasa, yang paling utama adalah secara naluriah petani punya rasa menyatu dengan alam. Oleh karena alam dan petani menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan akhirnya seburuk apapun alam atau separah apapun musim yang sedang terjadi bagi petani tidak pernah menjadi masalah. Seumpama ada banjir bagi pak Hardi sebenarnya lebih disebabkan oleh ulah manusia seperti pembabatan pohon yang tidak semestinya.
Kekuatan lain yang ada pada petani adalah adanya aset pengetahuan seputar pengelolahan pertanian, di samping menguasai alam petani memiliki ilmu yang mapan. Sebenarnya tanpa penyuluh pun petani sudah mampu secara maksimal mengembangkan potensi-potensi alam, hanya jika sejak asal tidak dicampuri oleh penyuluh itu, baik dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan seperti saran yang berkenaan dengan pupuk. Memang jika memakai pupuk dengan seketika hasil akan menjadi banyak, namun dalam jangka panjang secara perlahan ternyata amat merusak, hal ini yang belum disadari. Bukan hanya harus diketahui sebab banyak petani yang mengetahui akibat-akibat buruk dari penggunaan berlebihan pupuk kimia, tetapi karena tidak adanya kesadaran akhirnya para petani hanya memikirkan hasil seketika yang terkesan melimpah.
Masih kaitan dengan kekuatan antara petani dan alam, menurut Pak Suharyanto anggota basis SPI di dusun Semawung, Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang, Kabupagen Kulonprogo, dirinya dengan alam sekitarnya sudah merupakan satu kesatuan. Bila dirinya merasa tidak enak, maka cuaca pun akan tidak baik, demikian dalam hal-hal lain selalu dialaminya. Ini menurutnya pranata manusia dan alam ada satu kesamaan pada titik-titik tertentu. Lalu bagaimana rasa menyatu dengan alam ini bisa menjadi sumber energi, Suharyanto yang sehari-harinya mengurusi ladang dan nyadap kelapa, acapkali lebih berpedoman pada perputaran alam, dan selalu saja pedoman yang digunakan benar-benar tepat.
Belum lagi menurutnya dengan bekal ilmu yang turun-temurun ia mampu mengelola ladangnya tanpa harus belajar pada penyuluh, pengembangan pertanian didataran tinggi ia dapatkan secara alami. Dari kakek dan ayahnya ia menggali berbagai ilmu pengetahuan tentang seputar pertanian berkelanjutan seperti bagaimana membuat pupuk kompos, tata cara bertanam dilahan kering, mengenal berbagai macam hama dan cara-cara pembasmiannya dan sebagainya. Bagi Suharyanto apapun yang sedang terjadi di negeri ini, ia terus menjalankan aktivitasnya bertani.
“Kalaupun ada kenaikan harga pangan, kita kan bisa juga menaikkan harga jual hasil panen ladangnya, tetapi acapkali kita tidak untung dan tidak rugi”, keluhnya.
Pak Hardi mapun Pak Suharyanto merupakan para petani yang secara naluri telah mengetahui bahwa alam adalah sumber energinya dalam pengelolaan pertanian. Namun demikian adalah juga kesadaran kekuatan lain yang ada di petani, yakni para petani memiliki daya tawar dalam menentukan harga pasar, petani pun punya kemampuan untuk memboikot harga jual pupuk yang di atas kemampuan petani. Satu hal yang harus terus ditumbuhkan bahwa petani benar-benar memiliki kekuatan, alam, ilmu pengetahuan serta sumberdaya diri petani sendiri merupakan sumber energy, yang seharusnya dikelola dalam dibentuk gerak dan mewujudkan dalam model gerakan petani, untuk menuntut harga pupuk yang murah, harga jual hasil panen yang tinggi dan yang penting bagaimana petani memiliki daya tawar dengan kekuatan apapun di negeri ini.
*Penulis adalah Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Yogyakarta