Gejolak Harga Pangan Pengaruhi Nilai Tukar Petani (NTP): Petani Tetap Merugi

nilai tukar petani

JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) Pangan naik tipis pada Januari 2016. Kenaikan ini antara lain disebabkan oleh tingginya harga pangan. Namun gejolak harga pangan ini tidak serta-merta membuat petani untung.

Dari Jawa Timur, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Timur Nurhadi Zaini menjelaskan, di pasaran harga beras medium sudah menyentuh Rp. 8.900 – Rp. 9.500/kg. Kenaikan harga beras yang terjadi ini tidak dirasakan langsung oleh petani.

“Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Jawa Timur hanya dihargai Rp. 3.400/kg – Rp. 3.500/kg. Harga tersebut bahkan dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk GKG dalam Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2015 sebesar Rp. 3.700/kg,” papar Nurhadi dari Kediri, tadi pagi (03/02).

Menanggapi hal ini, Ketua Umum SPI Henry Saragih menegaskan, artinya tingkat keuntungan hanya dinikmati oleh para mafia pangan yang bisa mempermainkan harga di pasar. Petani produsen pangan, yang kebanyakan adalah petani gurem, menderita harga yang asimetris–artinya kenaikan harga eceran konsumen tidak berarti kenaikan harga pembelian petani.

“Petani gurem adalah juga konsumen pangan. Kenaikan harga pangan justru mempengaruhi kesejahteraan mereka. Nilai penjualan hasil pertanian (pendapatan) tidak sebanding dengan pemenuhan kebutuhan keluarga (pengeluaran),” papar Henry di Jakarta, pagi tadi (03/02)

“Pada akhirnya petani pangan masuk ke golongan yang mendapatkan beras sejahtera,” lanjutnya.

Hal ini selaras dengan penuturan Ketua SPI Kabupaten Pandeglang, Banten, Asep Najmudin. Ia menyampaikan bahwa terdapat kenaikan volume beras sejahtera (dulunya raskin) menjadi 7 ton di Kabupaten Pandeglang.

Sementara itu, kenaikan harga yang sama terjadi pada jagung. Disinyalir akibat pasokan langka, harga jagung di dalam negeri saat ini mencapai Rp. 6.000/kg – Rp. 7.000/kg.

“Di Jawa timur, harga jagung sudah merangkak naik dari Rp. 6.400/kg – Rp. 6.600/kg,” tutur Nurhadi.

Kenaikan jagung berimbas pada harga pakan ternak yang menyebabkan harga daging ayam negeri ikut terkerek naik hampir Rp.10.000,-/kg di akhir Januari 2016. Kenaikan harga pakan mempengaruhi NTP peternak yang turun menjadi 107,31 pada bulan lalu.

“Namun pemerintah malah mengambil kebijakan impor jagung oleh Bulog. Ini berarti pemerintah selama setahun tidak bisa mengendalikan rantai pasok, mengelola buffer stock, serta mengendalikan harga,” tegas Henry.

Oleh karena itu, Henry kembali mengingatkan, untuk menstabilkan harga pangan secara nasional pemerintah harus segera membentuk kelembagaan pangan atau badan pangan nasional sesuai Pasal 126 UU Pangan No. 18 tahun 2012.

“Lembaga pangan nasional akan berguna untuk menerjemahkan insentif kenaikan harga untuk petani produsen. Artinya, pasokan dan pengendalian harga harus menaikkan daya beli petani: NTP petani hingga 120-125,” ujar Henry Saragih.

“Dalam kondisi itu mandat Nawa Cita dan RPJMN 2015-2019 tentang Kedaulatan Pangan akan semakin gampang terwujud,” tutupnya.

Kontak selanjutnya:

Henry Saragih, Ketua Umum SPI, 0811 655 668 | Asep Najmuddin, Ketua Cabang SPI Kabupaten Pandeglang, Banten, 0812 8748 7599 | Nurhadi Zaini, Plt. Ketua Wilayah SPI Jawa Timur, 0813 3130 4101

ARTIKEL TERKAIT
Potong Anggaran Kementerian Pertanian, Pemerintahan SBY Abaikan Sektor Pertanian Indonesia Potong Anggaran Kementerian Pertanian, Pemerintahan SBY Abai...
Aksi damai menentang WTO disusupi perusuh, petani tetap memi...
SPI Sumbar Selenggarakan Pendidikan Paralegal
Penghargaan kedaulatan pangan 2009 untuk La Via Campesina
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU