Hak Asasi Petani: Dasar Pelaksanaan Reforma Agraria & Kedaulatan Pangan Indonesia

hak asasi petani

Menyongsong Peringatan Hari Hak Asasi Petani Indonesia tahun 2016

JAKARTA. Upaya pemenuhan Hak Asasi Petani [1] di Indonesia dipercepat dengan sahnya UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan). UU ini disambut baik, lalu semakin dimajukan melalui putusan Mahkamah Konstitusi RI—terkhusus dalam persoalan hak atas tanah untuk petani; serta topik mengenai kelembagaan petani.

Perjuangan untuk pemajuan dan pembelaan Hak Asasi Petani juga dilakukan melalui mekanisme hak asasi universal di Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang—mungkin dalam waktu dekat ini—akan melahirkan Deklarasi PBB untuk Hak Asasi Petani dan Masyarakat Pedesaan.

“Walaupun instrumen hukum Hak Asasi Petani telah tersedia, namun kebijakan terkait mengenai agraria, pedesaan, pertanian dan pangan, belumlah terimplementasi secara utuh,” ujar Henry Saragih, Ketuam Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) di Jakarta siang ini (19/04).

Ia melanjutkan, “buktinya, petani dan organisasi tani belum dilibatkan dalam implementasi reforma agraria—melalui redistribusi tanah pertanian. Begitu pun dengan implementasi program kedaulatan pangan, seperti desa berdaulat benih dan desa organik.”

Senada dengan hal tersebut, peran kelembagaan petani yang didirikan sendiri oleh petani termasuk didalamnya Badan Usaha Milik Petani (BUMP) dalam rantai kedaulatan pangan (produksi, distribusi, cadangan pangan dan konsumsi) masih sangat lemah. Tak mengherankan jika dalam mengatasi gejolak harga pangan—yang diduga dimainkan oleh para spekulan pangan—pemerintah masih bergantung pada pasar: kebijakan impor pangan masih jadi solusi jangka pendek.

Nuruddin dari Aliansi Petani Indonesia (API) menyarankan, “Pemerintahan Joko Widodo perlu merumuskan langkah teknis dan dukungan, pemikiran dan tindakan bersama organisasi tani.”

Agusdin Pulungan dari Wahana Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) menyambung, “Dukungan pemikiran dari organisasi tani kami wujudkan melalui Musyawarah Petani. Ini sesuai mandat UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.”

“Untuk itulah kami, empat organisasi tani yang tergabung didalam Badan Musyawarah Tani Indonesia—disingkat BAMUSTANI [2] —menyelenggarakan Musyawarah Tani. Tujuannya bekerja dan mendorong pemerintah untuk mempercepat penyelesaian konflik tanah dan merealisasikan redistribusi tanah kepada petani,” ujar Kustiwa Adinata dari Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI).

Misi BAMUSTANI adalah bersama mewujudkan reforma agraria sejati dan kedaulatan pangan—dua cita-cita kaum tani yang sudah diamanatkan Nawa Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Jika hak asasi petani sebagai dasar perlindungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan sepenuh hati, maka reforma agraria dan kedaulatan pangan bisa tercapai.

Pada peringatan Hari Hak Asasi Petani Indonesia tahun 2016, BAMUSTANI sebagai wadah perjuangan petani Indonesia akan menyelenggarakan Musyawarah Tani di Gedung Juang Jakarta pada tanggal 21 April 2016.

Acara ini akan memperkuat kebijakan pemerintah dengan pembahasan satu hari bersama petani, pejuang hak asasi, ahli pertanian dan desa dan proponen kedaulatan pangan. Tema-tema yang akan menjadi matriks perlindungan dan pemenuhan hak asasi petani adalah:

  1. Perlindungan kawasan pedesaan dan tanah pertanian serta redistribusi tanah bagi petani;
  2. Kemandirian benih melalui perlindungan petani pemulia tanaman;
  3. Penguatan peran kelembagaan Petani dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) – Koperasi Petani; dan
  4. Rantai Kedaulatan Pangan (produksi, distribusi, cadangan pangan dan konsumsi)

Melalui kegiatan Musyawarah Tani ini, petani terus berusaha konsisten dalam memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi petani.*****

 

Catatan:

[1] Lima belas tahun lalu, pada 18-20 April 2001, Organisasi petani dan masyarakat sipil menyelenggarakan Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Asasi Petani di Cibubur, Jawa Barat. Konferensi ini melahirkan Deklarasi Hak Asasi Petani. Konferensi ini juga menetapkan 20 April sebagai Hari Hak Asasi Petani Indonesia. Sejak saat inilah tema “hak asasi petani” menjadi salah satu tema sentral tuntutan petani di nusantara.

[2] BAMUSTANI terdiri dari organisasi petani yang terus memperjuangkan reforma agraria dan kedaulatan pangan sejak berdiri: Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) dan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI)

 

Kontak lebih lanjut:

Henry Saragih – SPI ( 0811 655 668; hsaragih@spi.or.id )

Nuruddin – API ( 0813 3434 4808; bir_syaiba@yahoo.com )

Agusdin Pulungan – WAMTI ( 0812 9184 101;  agusdinpulungan@gmail.com )

Kustiwa Adinata – IPPHTI ( 0812 2398 953;  kustiwa.adinata@gmail.com )

ARTIKEL TERKAIT
Peraturan perundangan harus lindungi hak asasi petani
Piala Dunia, Puasa dan Pilpres di Musim Gadu
Pemerintah harus bantu petani yang terimbas krisis global akibat jatuhnya harga produk pertanian Pemerintah harus bantu petani yang terimbas krisis global ak...
BPW SPI Sumut menggelar rapat kerja wilayah
1 KOMENTAR
  1. Nazir Akhmad berkata:

    ok, dukungan penuh untuk BAMUSTANI. Tularkan gerakan kalian ke semua daerah di Indonesia. Tks, (Nazir Akhmad – Banda Aceh)

BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU