Menegaskan kembali ekonomi kerakyatan

03062009003Ekonomi kerakyatan tiba-tiba menjadi sorotan publik pada masa kampanye capres-cawapres dewasa ini. Namun tidak ada satu pun capres-cawapres yang benar-benar mengusung ekonomi kerakyatan yang sejati. Hal tersebut menjadi benang merah dalam diskusi ekonomi kerakyatan yang di adakan di Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki, Jakarta (3/6).

Diskusi publik yang dihadiri gerakan rakyat dan LSM tersebut menampilkan Henry Saragih (Ketua Umum Serikat Petani Indonesia), Ahmad Daryoko (Ketua Umum SP PLN),  Revrisond Baswir (Pustek UGM), dan Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi).

Menurut para pembicara, ekonomi kerakyatan sudah jelas-jelas ditegaskan dalam konstitusi Republik Indonesia. Saat ini, belum ada satu pun para capres dan cawapres  yang berani mengusung ekonomi yang berdasarkan konstitusi. Walau ada pasangan yang gembar-gembor tentang ekonomi kerakyatan, tampaknya hanya sebatas retorika politik saja.  Bahkan ada diantaranya yang secara implisit mengusung ekonomi neoliberal dengan mengangkat tokoh yang nota bene dicap sebagai neolib.

Di lapangan pertanian, menurut Henry Saragih, neoliberalisme terlihat dari dikeluarkannya berbagai perundangan yang tidak pro rakyat, seperti UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Pertambangan, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, dll. Undang-undang tersebut telah banyak menyingkirkan petani kecil dari lahannya. Oleh karenanya, semua undang-undang yang tidak pro rakyat harus dicabut dan digantikan dengan undang-undang yang pro rakyat. Selain itu, hal yang sangat penting dikerjakan dalam bidang pertanian adalah pembaruan agraria dan menegakkan kedaulatan pangan. “Tidak ada ekonomi kerakyatan tanpa pembaruan agraria dan kedaulatan pangan,” tegasnya.

Sementara itu, Ahmad Daryoko mengatakan untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan, rakyat harus bersatu melawan neoliberalisme. Misalnya, dalam hal penjualan aset-aset negara. SP PLN sangat menentang privatisasi aset-aset negara baik berupa sumber daya alam maupun BUMN-BUMN. Penjualan aset negara melanggar konstitusi UU Dasar 1945 terutama pasal 33. Seharusnya negara menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak bukannya malah dijual ke pihak lain.

Pada kesempatan yang sama, Icsanuddin Noorsy menyatakan bahwa para capres dan cawapres yang saat ini tengah bertarung di kancah pemilu tidak ada yang mempunyai konsep ekonomi kerakyatan yang sejati. Misalnya pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, mereka memang mengusung ekomomi rakyat dan itu berbeda dengan ekonomi kerakyatan. Apalagi pasangan SBY-Budiono, walaupun mereka menyatakan diri bukan neolib namun kebijakan-kebijakan yang pernah diambil menujukkan bahwa mereka itu bermazhab neoliberal.

Terakhir, Revrisond Baswir mengkritik pasangan yang menyatakan diri bukan neolib padahal sebenarnya mereka itu neolib. Walaupun mereka menyangkal berkali-kali, fakta-fakta menunjukkan kebijakan yang mereka ambil sangat neoliberal. Namun, ia mengingatkan bahwa musuh rakyat yang utama itu adalah sumber dari segala sumber neoliberalisme seperti kebijakan Amerika Serikat, Bank Dunia, ADB, IMF, WTO, dan jaringan modal internasional.

ARTIKEL TERKAIT
Parman: “Saya selalu sosialisasikan SPI dimana pun saya be...
Sistem Ekonomi Indonesia yang Tidak Pro Rakyat Lahirkan Konf...
10.000 Ha lahan PTPN VII tanpa HGU 10.000 Ha lahan PTPN VII tanpa HGU
Petani SPI Mengikuti Pertemuan Petani Benih Sedunia
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU