Hak Asasi Petani: Mengakhiri Diskriminasi Terhadap Petani

Pidato ini disampaikan pada hari Rabu, 27 Januari 2010, pada Sidang Keempat Komite Penasehat Dewan HAM PBB, di Jenewa 25-29 Januari 2010; untuk menanggapi laporan Komite Penasehat yang berjudul “Diskriminasi dalam konteks Hak atas Pangan” (A/HRC/AC/4/2) dan menyikapi Komite Penasihat akan kebutuhan untuk mengambil studi lebih lanjut ke pengaturan standar hak asasi petani.

Ibu Ketua Komite Penasehat Dewan HAM,
Saya Henry Saragih, koordinator umum La Via Campesina. Saya datang ke sini atas nama La Via Campesina dan CETIM untuk memberi selamat bagi Komite Penasehat yang telah memberikan dasar bagi promosi dan perlindungan hak asasi petani. Seperti telah disebutkan dalam laporan resmi dari Komite Penasehat, hak asasi petani sangat fundamental bagi dunia kita. La Via Campesina adalah gerakan global dengan organisasi-organisasi yang berbasis di banyak negara. Kami memiliki sekitar 200 juta anggota aktif dalam gerakan kami.

Krisis pangan menunjukkan bahwa dunia harus bertindak untuk menanggapi tantangan. Para korban krisis pangan tidak hanya kekurangan pangan, banyak juga dari mereka yang sekarat. Banyak menderita kelaparan, kemiskinan akut, dan menerima berbagai jenis diskriminasi. Sistem ekonomi dan orientasi laba dalam rantai produksi pangan terlihat jelas dalam gambaran krisis pangan. Hari ini, di berbagai bagian dunia, krisis pangan masih menjadi masalah. Kami masih melihat bahwa pola orientasi laba dalam sektor produksi pangan dibenarkan oleh argumen-argumen, termasuk yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan transnasional. Sementara retorika perusahaan-perusahaan transnasional tampak meyakinkan (ketika mereka mengatakan bahwa mereka dapat memberi makan dunia), kekurangan pangan dan spekulasi yang mutlak terjadi hanya mengkonfirmasi kekhawatiran bahwa solusi mereka menyesatkan.

Catatan menunjukkan bahwa lebih dari 1 milyar orang menderita kekurangan gizi di seluruh dunia. Menurut FAO, kawasan Asia dan Pasifik memiliki jumlah terbesar orang yang kelaparan (642 juta), diikuti oleh Afrika sub-Sahara (264 juta).

Kelaparan terutama terjadi di pedesaan, dialami oleh: petani, pemilik tanah dalam jumlah kecil, buruh, nelayan, pemburu dan pengumpul makanan, yang menderita secara tidak proporsional. United Nations Millenium Development Project Task Force on Hunger telah menunjukkan bahwa 80 persen dari orang kelaparan di dunia tinggal di daerah pedesaan. Sejumlah 50 persen dari masyarakat dunia yang kelaparan adalah petani kecil, yang terutama bergantung pada pertanian untuk kehidupan mereka, tetapi tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya produktif. Oleh karena itu, krisis pangan hanya menegaskan kembali kebutuhan mendesak pengakuan atas hak-hak dasar petani. Kemampuan dunia untuk menciptakan kedaulatan pangan sangat terkait dengan cara hidup dan pola produksi petani. Berbagai laporan dari organisasi-organisasi antar pemerintah, para ahli dan peneliti independen, organisasi kerja sama pembangunan dan laporan-laporan komisi negara menunjukkan pentingnya peranan petani dalam menyelesaikan krisis pangan. La Via Campesina juga telah mendokumentasikan banyak kasus yang menunjukkan bagaimana krisis pangan terjadi dan bagaimana pentingnya organisasi petani dalam menanggapi hal itu. Komite Penasehat mengakui hal ini dalam laporan terbarunya.

Dengan perjuangan, organisasi petani sekarang mendapatkan hasil dari pencarian panjang atas pengakuan hak-hak mereka. La Via Campesina telah mulai mempromosikan hak asasi petani pada tahun 2002 dan telah mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Petani di Konferensi Internasional Hak Asasi Petani pada Juni 2008, di Jakarta, Indonesia dan pada saat Konferensi Internasional Via Campesina pada Oktober 2008 di Maputo, Mozambik. Sebagai petani, dengan sekutu kita, kita dapat mempromosikan hak-hak kita sendiri. La Via Campesina terlibat dalam banyak konsultasi dengan anggota organisasi, pemerintah, para ahli dan peneliti, serta sektor lain dalam masyarakat. Intensitasnya telah ditingkatkan sejak Konferensi Internasional di Jakarta 2008. Kami pergi ke berbagai belahan dunia untuk mendukung upaya ini, termasuk ke Bolivia, Brazil, Mozambik, Thailand, India, Belgia, Spanyol, Indonesia dan Italia. Kami juga bergabung dengan beberapa sesi badan-badan PBB, termasuk inisiatif bersama kantor Ketua Majelis Umum PBB pada “Krisis Pangan Global dan Hak atas Pangan” pada bulan April 2009. Hari ini, kami yakin bahwa hak petani didukung dan diperjuangkan oleh berbagai sektor masyarakat dan pembuat kebijakan.

Tantangannya terletak pada bagaimana cara untuk mencapai kerjasama yang terbaik di antara berbagai badan pengambil kebijakan internasional. Adalah penting bahwa masyarakat internasional juga mengakui peran petani di tingkat kebijakan. Kami percaya bahwa bekerja dengan berbagai institusi dan pada berbagai tingkatan akan menghasilkan kesempatan yang lebih luas untuk melaksanakan praktek-praktek yang baik. Hanya bersandar pada satu struktur pengambilan kebijakan tidak akan bermanfaat bagi kita semua. Dalam konteks ini, saya melihat bahwa dunia membutuhkan lebih banyak kerja sama antara lembaga-lembaga, dan membutuhkan pengakuan yang lebih luas bahwa kehidupan petani memang termarginalisasi. Dengan laporan ini, Komite Penasehat dengan jelas menunjukkan cara positif untuk merespon krisis pangan.

Laporan dari Komite Penasehat menilai pentingnya pengakuan hak asasi petani dalam proses PBB. Dengan ini, PBB mulai mengungkap berbagai diskriminasi yang dialami petani. Saya mengucapkan terima kasih kepada Komite Penasehat untuk disertakannya Deklarasi Hak Asasi Petani dalam laporan ini. Hal ini sangat penting. Ini adalah penanda dalam menuju pengakuan penuh atas perjuangan para petani.

Saya juga sangat mendesak Komite Penasihat untuk mengadakan konsultasi, penelitian, dan komitmen yang lebih luas, sejalan dengan laporan ini. Kami percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut, Komite Penasehat akan membawa dukungan nyata kepada petani, perempuan dan laki-laki. Kami berharap bahwa saat musyawarah akan membawa dukungan yang lebih kuat pada proses yang sudah terjadi dalam mekanisme HAM PBB. Ini akan merupakan upaya penting untuk benar-benar mengakhiri kelaparan dan kemiskinan.

Terima kasih.

Jenewa, 27 Januari 2010

ARTIKEL TERKAIT
Pusdiklat SPI Jambi Jadi Pusat Peringatan HKSN 2014 se-Indon...
UU pertanahan di Indonesia seharusnya merujuk pada UUPA No.5 tahun 1960 UU pertanahan di Indonesia seharusnya merujuk pada UUPA No.5...
SPI Kampar Resmi Terbentuk
73 Tahun Indonesia Merdeka, NTP Agustus Naik, Pemerintah Ha...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU