JENEWA. Selama sesi Dewan HAM PBB sedang berlangsung, Komite Penasehat menyajikan sebuah kajian mengenai diskriminasi dalam konteks hak atas pangan. Studi ini menyimpulkan bahwa keluarga petani adalah salah satu korban utama dari pelanggaran hak atas pangan dan diskriminasi, dan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan perlindungan di bawah hukum hak asasi manusia internasional.
Itulah pesan utama yang disampaikan oleh berbagai pembela hak asasi manusia yang dikenal secara internasional, aktivis dan petani, dalam konferensi berjudul “Inisiatif Baru untuk Melindungi Hak Asasi Petani” (A New Initiative to Protect the Rights of Peasants), yang diselenggarakan oleh Akademi Hukum Humaniter Internasional dan Hak Asasi Manusia Jenewa (Geneva Academy of International Humanitarian Law and Human Rights) pada Senin (8/3).
Sebuah penelitian, yang merupakan inisiatif suara global dari para petani La Via Campesina, sekarang menunggu untuk pengakuan lebih lanjut. Henry Saragih dari La Via Campesina dan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang menghadiri konferensi ini menegaskan bahwa “Inisiatif dari petani di seluruh dunia ini adalah sebuah lompatan besar dalam perjuangan melawan ketidakadilan, dan kami ingin mengucapkan selamat atas hasil kerja Komite Penasehat. Kami juga berharap bahwa Dewan HAM PBB dalam sesi Maret ini akan memutuskan untuk mendukung inisiatif ini.”
Olivier de Schutter, Pelapor Khusus PBB tentang Hak atas Pangan, mengatakan bahwa inisiatif ini benar-benar berkaitan erat dengan hak atas pangan. Hak asasi petani, seperti juga termasuk di dalam lampiran dari studi Komite Penasehat, menyajikan pendekatan terhadap hak-hak yang tidak hanya mempertimbangkan sisi sipil-politik, tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Selanjutnya de Schutter menyoroti tiga masalah utama yang memungkinkan sebuah pendekatan hak asasi petani bisa membawa solusi. Yang pertama adalah meningkatnya spekulasi atas tanah, yang kedua adalah masalah bibit dan sumber daya genetik, dan yang ketiga adalah masalah cara produksi agribisnis dalam memproduksi makanan.
Jean Ziegler, dari Komite Penasehat Dewan HAM PBB mengatakan bahwa kita masih perlu pemerintah untuk mendukung inisiatif ini. “Sejauh ini, kami mengucapkan terima kasih kepada misi Kuba karena telah mengambil inisiatif untuk mendukung sebuah resolusi dalam sidang Dewan HAM PBB saat ini,” katanya. Namun demikian, diskusi mengenai hak asasi petani masih terbuka lebar-seperti gerakan petani, Komite Penasehat, dan aktivis hak asasi manusia mencoba untuk memberikan bentuk bagian baru ini dalam kerangka hak asasi manusia global.
“Mari kita bersama-sama mendukung inisiatif ini untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, untuk memberikan solusi yang nyata untuk krisis pangan, menciptakan lapangan kerja di bidang pertanian dan untuk mengembangkan daerah pedesaan, serta untuk mempertahankan kedaulatan pangan rakyat dan pada saat yang sama juga untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan jika kita melindungi dan memenuhi hak-hak petani di seluruh dunia,” Henry menyimpulkan.
Beberapa duta besar, staf dan diplomat untuk PBB juga membahas inisiatif Hak Asasi Petani dalam kesempatan ini.