THAILAND. Dua orang pemuda tani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) mengikuti kemah pemuda tani yang dilaksanakan oleh La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional) bekerjasama dengan Assembly of The Poor (ormas tani anggota La Via Campesina) Thailand.
Acara yang berlangsung selama lima hari ini (12-16 Maret 2016), juga diikuti oleh pemuda tani dari Sri Langka, India, Taiwan, Korea Selatan, Kamboja, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Timor Leste.
Yoon Geum Soon, anggota Komite Koordinasi Internasional menyampaikan dirinya sangat senang atas berkumpulnya para pemuda tani dari berbagai negara di Asia.
“Pemuda menjadi harapan perjuangan petani ke depan,” ungkapnya.
Yoon selanjutnya menjelaskan secara ringkat mengenai La Via Campesina dan sejarahnya, serta kegiatan yang dilakukan organisasi tani terbesar di dunia ini seperti kampanye agroekologi, kedaulatan pangan, daulat tanah dan air, perubahan iklim, reforma agraria, dan lainnya.
“Salah satu yang menjadi fokus La Via Campesina yakni perdagangan bebas melalui neo-leberalisme yang menyerang pertanian berbasis petani kecil, dan kita harus lawan,” kata Yoon.
“Masalah di Asia hampir sama, petani hijarah ke kota, tingginya angka bunuh diri dan sedikit pemuda yang mau bertani. Saat kemarin menghadiri konferensi di Kuala Lumpur Malaysia, saya dan Henry Saragih menyuarakan kepentingan petani. Saat ini La Via Campesina khawatir konsep kita tentang agroekologi, kedaulatan pangan, reforma agraria dan lainnya digunakan hanya untuk kampanye dan kepentingan sebagian orang,” papar Yoon.
Sementara itu para pemuda yang mengikuti kemah tani mendapatkan perkuliahan dengan berbagai tema, diskusi, dan kunjungan ke lahan pertanian.Tri Emma Marini, petani perwakilan SPI asal Rembang, Jawa Tengah, yang mengikuti acara ini menyampaikan, ia mendapatkan cukup banyak pengetahuan dari pemateri-pemateri yang silih berganti memberikan materi.
“Ibu Yoon Geum Soon menjelaskan tentang situasi petani di Asia dan La Via Campesina, di Universitas Silpakorn Thailand ada Atchara yang memberi kuliah tentang neoliberalisme, ada juga Mas Zainal Arifin Fuad yang memberi kuliah tentang kedaulatan pangan, agroekologi dan hak asasi petani, dan ada juga kuliah tentang perberasan oleh Nanta Kantree,” kata Emma.
Angga Hermanda, perwakilan SPI lainnya yang turut hadir dalam acara ini menyampaikan pentingnya pemuda dalam perjuangan.
“Mengutip kata-kata Soekarno, seribu orang tua hanya bisa bermimpi, seorang anak muda dapat merubah dunia,” tutur Angga.
Sementara itu para peserta kemah pemuda tani juga melakukan kunjungan lahan ke petani seperti petani hortikultura dan jamur organik. Selanjutnya mereka mengunjungi lahan petani yang mengalami kekeringan di Ataya Thailand.
“Harusnya musim hujan datang ketika bulan Mei dan Oktober tapi beberapa tahun ini tak menentu. Beberapa bendungan sedang dibangun namun airnya tidak untuk petani. Air petani digunakan untuk produksi air kemasan dan rumput golf. Kebanyakan petani menyewa lahan sebesar 3.000 bath/sepertiga hektar kepada tuan tanah. Petani tak bisa merubah komoditas dari padi—misalnya singkong, semangka, melon—karena terkendala pasar. Sementara itu padi tak bisa ditanam karena air memang tidak diperuntukan bagi petani,” kata Baramee, perwakilan dari Assembly of The Poor Thailand.
Oleh karena itu seluruh peserta kemah pemuda tani La Via Campesina melakukan aksi solidaritas kepada petani Ataya sekaligus dalam menyambut Hari Air Sedunia (22 Maret) berupa pembentangan poster di persawahan petani.