SEMARANG. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Tengah (Jawa Tengah) memperingati HTN 206 dengan melakukan aksi di depan kantor Gubernur Jateng di Semarang (27/09). SPI Jateng yang dalam aksi ini tergabung dalam Aliansi Tani dan Buruh Tani Mandiri Sejahtera Jawa Tengah (Tabur Masa) memulai aksi pada pukul 10.30 WIB dengan melakukan long march dari depan gedung Pramuka menuju depan kantor Gubernur Jateng.
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jateng Edi Sutrisno mengemukakan, aksi ini untuk mendesak pemerintahan Provinsi Jateng untuk serius menyelesaikan konflik agraria yang masih banyak terjadi di bumi Jateng.
“Peringatan Hari Tani Nasional tahun ini jadi momen yang sangat tepat untuk meminta kepada Bapak Gubernur agar dalam penyelesaian konflik agraria selalu berpihak kepada petani kecil,” kata Edi di depan ratusan massa aksi.
Edi menegaskan, massa aksi juga menolak pertambangan perusak lingkungan di Jawa tengah, menolak impor pangan yang hanya menguntungkan korporasi, mendesak pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan dari petani, dan meminta pemerintah provinsi untuk segera membentuk komite penyelesaian konflik agraria di Jawa Tengah.
“Sampai hari ini Jawa tengah belum melakukan sesuatu yang berarti terhadap penyelesaian permasalahan isu sektoral baik itu lingkungan maupun konflik agraria,ā€¯ucapnya.
Kulonprogo
Dari Kulonprogo, DPW SPI Yogyakarta memperingati HTN 2016 dengan melakukan rembug tani di Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo (27/09/2016).
Tri Haryono, Ketua BPW SPI Yogyakarta menyampaikan, rembug tani ini secara khusus berusaha mengkonsolidasikan masyarakat tani di Kulonprogo dan di Yogyakarta pada umunya.
“Hadir dalam acara ini Teater Bumi Menoreh, dan Romo Nangsir dari Wahana Belajar Petani Yogyakarta yang banyak berbagi mengenai permasalahan petani dan pertanian,” kata Tri.
Tri juga mengutarakan, rekomendasi dari rembug tani ini adalah pembuatan sentra benih yang bisa mengakomodir kebutuhan benih se-Kulonprogo.
“Kita ingin petani se-Kulonprogo berdaulat benih,” ucapnya.
Tri menambahkan, rekomendasi lainnya adalah memperbanyak pendidikan petani ke petani dan membuat sistem pangan komunitas.
Surabaya
Memperingati HTN 2016, DPW SPI Jawa Timur yang tergabung dalam Aliansi Tani Jawa Timur (ALIT JATI) mengadakan acara aksi Longmarch dari menuju Kantor Wilayah Badan Pertanian Nasional (Kanwil BPN) Jawa Timur dan berakhir di Kantor Dinas Pertanian Jatim, Selasa (27/09/2016).
Nurhadi Zaini, Ketua BPW SPI Jawa Timur menegaskan, Hari Tani Nasional (HTN) yang diperingati setiap tanggal 24 September merupakan hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Hari tani sendiri diterapkan melalui Kepres 169 tahun 1963.
Ia menyampaikan, massa menuntut empat hal kepada pemerintah. Pertama, segera laksanakan reforma agraria sejati. Kedua, tuntaskan konflik-konflik agraria. Ketiga, tegakkan kedaulatan pangan. Dan keempat, tolak koorporasi pertanian.
“Reforma agraria sejati tanah untuk petani wajib segera dilaksanakan pemerintahan Jokowi-JK. Saat ini kemiskinan di pedesaan semakin luas karena ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin timpang, belum lagi konflik-konflik agraria yang selalu menyengsarakan petani,” papar Nurhadi.
Selain SPI, ALIT JATI terdiri atas Aliansi Petani Indonesia (API), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), PMII UNSURI Surabaya, GMNI Surabaya, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Surabaya, Komunitas Cempaka UPN Veteran Jatim, Left Democratic Force (LDF) Surabaya, Laskar Mahasiswa Republik Indonesia (LAMRI) Surabaya, dan Cakrawala Timur.
Mataram
Dari Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), DPW SPI NTB yang tergabung Front Perjuangan Rakyat (FPR) NTB memperingati HTN 2016 dengan melakukan aksi simpatik di halaman Gubernur NTB (26/09/2016). Udin perwakilan SPI NTB menyampaikan NTB adalah provinsi peringkat kedua paling tinggi di Indonesia yang mengirimkan buruh migran.
“Buruh migran mayoritas berasal dari desa. Ini berarti kehidupan di desa sebagai petani sudah semakin memprihatinkan. Ini sesuai dengan data terbaru BPS yang menyebutkan kalau kemiskinan di desa-desa semakin meningkat,” katanya.
Udin menambahkan, massa aksi juga meminta pemerintah dan pihak berwenang untuk menghentikan kriminalisasi terhadap petani kecil.
“Reforma agraria sejati harus segera dijalankan pemerintah pusat dan diadopsi oleh pemerintahan daerah, bukan reforma agraria palsu yang justru banyak mengakomodir kepentingan pemodal,” tutupnya.