Oleh: Sukardi Bendang *)
Fungsi Tanah
UUD 1945 pasal 33 mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup orang banyak, dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Asas Undang-Undang Pokok Agraria 1960 di mana tanah bersifat sosial. Menurut RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan disebutkan, pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Kepentingan Umum diperuntukan untuk rakyat secara luas atau hanya untuk segelintir orang ?
Latar Belakang RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
1. Pertemuan International yang mempengaruhi lahirnya RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, seperti:
- Pertemuan ke empat para Menteri bidang Infrastruktur di Bali 14-15 Oktober 2003
- Infrastructure Summit, tanggal 17-18 Januari 2005 di Jakarta, pelibatan swasta pembangunan infrastruktur.
- Lahir payung hukum untuk investasi swasta Perpres No 65 Tahun 2006 yang memberikan landasan bagi pengambil alihan tanah rakyat (sebelumnya Perpres 36 tahun 2005).
- UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, masa HGU (Hak Guna Usaha) sampai 95 tahun.
- Konferensi Tingkat Menteri Asia Pasifik untuk kerjasama pemerintah dan swasta dalam bidang pembangunan infratsruktur (public privat partnership (PPP) tahun 2008 di Seoul Korea Selatan.
- Hasil: resolusi UNESCAP No 64/4 dan Deklarasi Seoul tentang PPP yang merekomendasikan kerjasama negara- negara Asia Pasifik untuk pembangunan infrastruktur dan konstruksi di kawasan.
- Konferensi Tingkat Menteri Asia Pasifik (agenda : Kerja Sama Pemerintah dan Swasta dlm pengembangan infrastruktur) dalam rangkaian pertemuan international Infrastructure Asia – Pasifik 2010 pada 14-17 April 2010 (BAPPENAS)
- Rekomendasi : mekanisme Kerja Sama Pemerintah dan Swasta serta Payung hukum investasi
- Pertemuan sektoral lanjutan lainnya antara swasta dan pemerintah.
2. Masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MPPEI) 2011-2025
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ,dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengeluarkan MPPPEI 2011 – 2025 (21 Februari 2011) membagi Indonesia dalam 6 koridor ekonomi:
- Koridor Sumatera ( sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional (sektor fokus & strategi : Minyak Sawit, Karet dan Batu Bara)
- Koridor Jawa (pendorong industri dan jasa)
- Koridor Kalimantan (pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional)
- Koridor Sulawesi – Maluku Utara (pusat produksi & pengolahn hasil pertanian,perkebunan dan perikanan nasional)
- Koridor Papua – Maluku (pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan sdm yang sejahtera)
- Koridor Bali – Nusa Tenggara (pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional)
RUU Pengadaan Tanah sebagai Payung Hukum Investasi Swasta (asing/lokal)
RUU pengadaan tanah untuk pembangunan sengaja di buat pemerintah atas desakan pihak swasta asing/lokal untuk berperan dalam pembangunan infrastruktur dan dalam kerangka Masterplan Percepatan dan perluasan pembangunan Ekonomi Indonesia (MPPPEI) 2011 – 2025. RUU ini lebih mengakomodir kepentingan segelintir orang.
Diusulkan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas 2010 pada Desember 2009 (gagal masuk prolegnas) – 25 Januari 2011 Paripurna DPR yang salah satu agendanya adalah pembentukan Pansus (Panitia khusus) RUU Pengadaaan Lahan Untuk Kepentingan Pembangunan dan desakan menjadi Undang –undang Desember 2011.
RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan tidak jauh berbeda substansinya dg Perpres No 65 Tahun 2006 yang memberikan landasan bagi pengambil alihan tanah rakyat (sebelumnya Perpres 36 tahun 2005).
RUU ini tidak akan belaku efektif untuk menyelenggarakan pembangunan yang berkeadilan rakyat karena sejumlah prasyarat belum tersedia :
- Petani dan rakyat miskin lainnya belum di berikan hak atas tanah sebagai sumber ekonomi keluarganya (pendistribusian tanah)
- Pengakuan formal terhadap hak-hak masyarakat belum diberikan dan dilaksanakan secara penuh termasuk hak adat belum dibuat partisipatif, integratif dan dilaksanakan secara konsisten (RTRW di buat berdasarkan kepentingan segelintir orang)
- Akses petani dan masyarakat terhadap informasi pada badan-badan publik belum terpenuhi.
- Tidak adanya mekanisme keberatan yang dapat diakses publik dengan mudah.
- Belum terciptanya peradilan yang bersih dan memenuhi rasa keadilan petani dan rakyat kecil .
Dampak RUU Pengadaan Tanah bagi pembangunan jika disahkan:
- Pemerintah merumuskan hal ini secara parsial dan sesuai dengan ego sektoralnya sendiri-sendiri, mengakibatkan meledaknya konflik agraria seperti penggusuran, perampasan tanah petani dan semakin tidak terselesaikannya sengketa agraria yang ada (data anggota SPI Sumbar saja 3400 KK dengan luas lahan yg di persengketakan 13.898 hektar berkomplik dengan perusahaan sawit,kehutanan dan pemerintah belum terselesaikan, di tambah ratusan ribu tanah petani yg sedang berkomplik di seluruh Sumatera Barat).
- Melanggengkan praktik-praktik pelanggaran HAM terhadap masyarakat, masyarakat adat, termasuk perempuan.
- Berdampak pada penguatan utang atas nama pembangunan, baik utang publik maupun utang swasta yang dijamin oleh publik
- Terjadinya kompetisi dan konflik penggunaan ruang dengan tanah sebagai basis utamanya baik untuk penggunaan ekonomi, politik dan pemerintahan, ekologi, cadangan, dan bahkan pertahanan keamanan sementara belum ada peta perencanaan tanah nasional yang lebih adil.
Reforma Agraria sebagai jalan keluar
- Lakukan perombakan, perubahan, dan sejumlah perbaikan terhadap sistem hukum agraria dan peraturan-peraturan yang mengatur penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber daya alam agar lebih berpihak pada rakyat Indonesia.
- Bentuk Badan Otoritas Reforma Agraria, yg memiliki kewenangan penyelesaian konflik dan penataan ulang struktur agraria yg timpang, serta pendistribusian tanah kepada petani dan rakyat miskin lainnya. Buat peta perencanaan tanah nasional yang lebih adil.
- Pertegas pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.
- Jangan biarkan petani dan rakyat miskin lainnya saling berebut tanah sebagai sumber ekonomi dengan kekuatan modal.
*Penulis adalah Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat, makalah disampaikan pada sebuah FGD (Focus Group Discussion) dengan tema : Pemanfaatan Tanah Adat Untuk Kepentingan Penanaman Modal, di Padang, 8 Desember 2011*