JAKARTA. Hari Tani Nasional (HTN) ke-58 yang diperingati pada 24 September 2018 dirayakan oleh kaum tani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) di berbagai daerah di nusantara dengan berbagai cara.
Dari Medan, Sumatera Utara, ratusan massa aksi yang terdiri atas pemuda tani SPI, mahasiswa, dan komunitas pecinta pangan lokal Sumatran Youth Food Movement (SYFM) menggelar aksi damai di titik tol kota Medan, di sekitaran Lapangan Merdeka. Koordinator aksi Erick Sitohang menyampaikan dalam orasinya, Indonesia saat ini mengalami darurat reforma agraria.
“Konflik lahan yang saat ini banyak menimpa petani kecil, seperti konflik petani SPI di Mekar Jaya, Langkat, belum juga terselesaikan. Oleh karena itu reforma agraria sejati, redistribusi lahan jadi solusinya,” tegasnya (24/09).
Dari Pasaman Barat, Sumatera Barat, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Pasaman Barat dan Gerakan Mahasiswa Petani Indonesia (Gema Petani) Sumatera Barat melakukan aksi damai ke gedung DPRD setempat. Januardi, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) SPI Pasaman Barat mengutarakan, selain memperingati HTN ke-58 aksi ini juga mendesak pemerintah setempat untuk menyelesaikan konflik agraria yang sudah menahun terjadi.
“Tidak bisa tidak, reforma agraria sejati adalah solusinya. Kami juga meminta pemerintah kabupaten untuk mengembalikan tanah ulayat kepada masyarakat adat,” imbuhnya.
Dari Pringsewu, Lampung, petani SPI merayakan hari raya kaum tani ini dengan melakukan panen bersama. Muhlasin, Ketua DPW SPI Lampung menyampaikan, panen ini dilakukan di sawah-sawah yang ditanam dengan metode agroekologi yang ramah lingkungan, non-kimia, dan membuat petani mandiri.
“Di hari tani kali ini kita buktikan bahwa petani SPI memang petani yang mandiri, berdaulat, dan berkontribusi menegakkan kedaulatan pangan,” tuturnya.
Dari Serang, Banten, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Faperta Banten (Forum Aliansi Pejuang Reforma Agraria dan Keadilan Pertanian Banten) melakukan aksi memperingati HTN di depan kantor Gubernur Banten dan DPRD Provinsi Baten. Faperta Banten mendesak agar hak-hak petani di Banten, terutama hak atas tanah dan teritori untuk dipenuhi dan diakui.
“Kami menuntut Gubernur Banten menjalankan reforma agraria sejati dan menyelesaikan konflik-konflik agraria. Gubernur dan DPRD Banten juga diharuskan segera mengesahkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan. Perda ini akan memperkuat hak atas tanah bagi petani,” kata Arman, Majelis Wilayah Petani (MWP) SPI Banten.
Dalam orasinya, massa aksi juga menyinggung Perda 5/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang belum optimal diterapkan. Alhasil alih fungsi lahan pertanian produktif masih terus terjadi dan privatisasi pesisir pantai di Banten semakin menjadi-jadi.
Aksi juga menyatakan penolakan terhadap Pertemuan Tahunan IMF – World Bank bulan Oktober 2018 di Bali. Hal ini didasari karena IMF-Bank Dunia adalah dalang dari perdagangan bebas pertanian dan perlambatan reforma agraria di seluruh dunia.
Selain unjuk rasa, perwakilan petani dan mahasiswa juga diterima oleh Bapak Antony Kabid Penataan Tanah BPN Prov. Banten. Dalam pertemuan, petani menyampaikan permohonan agar BPN Banten segera menyelesaikan konflik agraria dengan mendistribusikan tanah kepada petani. Petani juga menyerahkan data-data kasus Cibaliung, Cigemblong dan Gorda Binuang.
walaupun banyak yang nulis konten seperti ini, tapi saya lebih suka
konten yang di tulis di blog ini.