Nilai ideal minimal untuk Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) adalah Rp. 3320 per kilogram. Nilai ini didasarkan pada kebutuhan pokok rumah tangga petani, kenaikan ongkos produksi pertanian dan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan obat-obatan. Serikat Petani Indonesia (SPI) menetapkan nilai ini berdasarkan standar hidup layak BPS yang mensyaratkan pemenuhan kebutuhan kalori sebesar 2100 kalori per orang per hari.
Berdasarkan kecukupan kalori BPS dan harga beras saat ini sebesar Rp. 5000 per liter (petani kita rata-rata net consumer), dalam satu rumah tangga petani (4 orang) minimal harus mempunyai pendapatan sebesar Rp 26400 per hari. Sedangkan pendapatan real petani (dengan 1 hektar lahan) dari hasil produksi beras adalah sebesar Rp.17500 per hari per keluarga tani (dengan harga GKP sebesar Rp. 2200). Ini jelas tidak mencukupi angka kebutuhan kalori. Untuk mencapai kecukupan kalori tersebut harga jual GKP harus ditingkatkan menjadi minimal Rp. 3320 per kilogram.
Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan suatu organisasi pemerintah yang kuat dan mampu menyerap gabah langsung dari petani dan mengatur pendistribusiannya, agar dapat memberikan keuntungan bagi petani namun juga tidak memberatkan konsumen. Hal ini untuk menghindari dominasi para pencari rente dalam perdagangan beras seperti yang terjadi hingga hari ini.
Perlu diketahui, bahwa keuntungan terbesar dalam perdagangan beras di Indonesia masih dinikmati oleh pihak penggilingan dan pedagang besar dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh petani padi. Saat ini pihak penggilingan mendapat margin keuntungan hingga 65 persen sementara petani padi sendiri hanya mendapatkan margin keuntungan 15 persen dari biaya produksi yang dikeluarkan. “Struktur ekonomi produksi yang seperti ini sudah tidak sehat lagi, perlu ada campur tangan kamuan politik dari pemerintah untuk merombaknya,” tandas Ketua Umum SPI Henry Saragih.
Menyangkut dengan keputusan pemerintah lewat Inpres No. 1/2008 mengenai Kenaikan HPP Beras dan Gabah yang dikeluarkan hari Selasa kemarin, Henry menganggap kenaikan HPP dari Rp. 2000 menjadi Rp. 2200 tidak membantu petani secara signifikan. “Ditengah kenaikan harga-harga produksi, kenaikan HPP terasa kurang memuaskan. Pemerintah sepertinya sangat berat untuk memberikan insentif kepada petani, berbeda halnya dengan ke kalangan industri atau pengusaha,” tuturnya.
Henry menyatakan itu bukannya tanpa dasar, sebelum HPP naik saja harga GKP di beberapa tempat seperti Karawang sudah menembus Rp. 2200 bahkan ada yang melebihi angka itu, walaupun di beberapa tempat lainnya masih dibawah nilai itu. Keadaan tersebut memang sudah menjadi kebutuhan objektif petani. “Pemerintah sepertinya hanya menjadi pahlawan kesiangan saja,” kata Henry.
Selanjutnya Henry memaparkan untuk memenuhi kebutuhan minimal petani, penetapan HPP harus dibarengi dengan kebijakan pengaturan rantai distribusi beras. Saat ini, posisi BULOG sebagai Perum menyulitkan untuk menjalankan tugas sebagai pengatur stabilitas stok dan harga beras nasional. Fungsi Public Service Obligation dari BULOG tidak dijalankan dengan baik. Posisi BULOG menjadi sederajat dengan perusahaan swasta sehingga ia tidak bisa lagi diberikan kredit likuiditas Bank Indonesia. BULOG sudah menggunakan kredit usaha yang memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi, dengan fungsi seperti itu otomatis BULOG hanya menjadi bagian dari pencari rente yang mengejar laba setinggi-tingginya. Alhasil, penyerapan gabah dari petani menjadi minimal. Dalam hal ini, petani lagi-lagi menjadi pihak yang dirugikan, tercermin dari kebijakan BULOG yang menambah jumlah persyaratan gabah yang bisa diserap dari petani dari 2 menjadi 5 yaitu: kadar air maksimum 14 persen, kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen, derajat sosoh 95 persen, beras kuning maksimum 3 persen dan kandungan menir maksimum 2 persen. Hal ini tentunya semakin membatasi kemampuan BULOG untuk menyerap gabah dari petani.
Oleh karena itu, SPI sebagai organisasi petani menuntut pemerintah untuk menetapkan HPP agar sesuai dengan kebutuhan petani sekaligus menertibkan jalur distribusi beras agar harga beras tidak memberatkan konsumen, pemerintah harus membeli beras langsung dari petani. Selain itu pemerintah harus memberikan insentif dan subsidi kepada petani, baik berupa sarana produksi, pupuk, obat-obatan, pembangunan irigasi, infrastruktur pedesaan dan penyediaan lahan kepada petani gurem melalui program pembaruan agraria.
Kontak Person
Ketua Umum SPI, Henry Saragih (08163144441)
=============================
SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI)
Jl. Mampang Prapatan XIV No.5, Jakarta Selatan 12790
Telp. +62 21 799 1890
Fax. +62 21 799 3426
Email. spi@spi.or.id
www.spi.or.id