Indonesia harus melakukan pembaruan agraria untuk meningkatkan kesejahteraan petani

Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum mempunyai keinginan untuk melakukan pembaruan agraria untuk kemakmuran rakyat. Hal ini yang membuat Indonesia terjerumus kedalam krisis pangan dan bencana kelaparan. Hal itu ditegaskan Ketua DPP Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih setelah mengukuhkan pengurus baru DPW SPI Jambi di Jambi, Rabu (9/4).

Lebih lanjut Henry mengingatkan kepada pemerintah pusat dan daerah, jangan sembarang memberikan lahan kepada perusahaan untuk dijadikan perkebunan. Maraknya perkebunan kelapa sawit yang dibuka perusahaan, membuat petani semakin terjepit, sebab harga sawit terkadang naik dan turun. Pemerintah juga harus memberi batas maksimal izin lahan perkebunan kepada pengusaha, bukan “berabad-abad” lamanya, katanya.

Konsep pertanian Indonesia belum terintegrasi dengan baik, karenanya perlu melibatkan dan mendengarkan keluhan petani dengan membagikan lahan kosong kepada petani bukan ke pengusaha besar. Pemerintah Indonesia kini baru menyadari ketersediaan pangan di tanah air tidak mencukupi, padahal itu sudah diketahui sepuluh tahun yang lalu.

Kekeliruan mengenai kebijakan pangan di Indonesia terjadi karena tekanan lembaga moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang melakukan privatisasi dan liberalisasi pertanian. Akibatnya Pemerintah Indonesia tidak melindungi petani, tidak memberikan subsidi kepada petani dan tidak membatasi impor pangan dari luar negeri. Hal itu membuat ketergantungan pangan Indonesia dari luar negeri, sehingga sistem pertanian Indonesia rusak dan lahan pertanian tidak terurus.

Dia juga mengatakan, pada era globalisasi seperti sekarang, jurang kemiskinan kian besar. Persoalan yang dihadapi petani saat ini, mereka hanya menjadi buruh di perusahaan-perusahaan perkebunan, padahal semestinya mereka dapat secara mandiri mengelola lahan untuk pertanian tanaman pangan apabila sudah mendapat hak kelola dari pemerintah.

Saat ini sembilan juta hektar lahan akan diberikan pemerintah pusat kepada petani untuk dikelola, tetapi teknis pembagiannya masih belum jelas. ”Kami justru khawatir nantinya malah tanah tersebut dikelola bukan oleh petani,” tuturnya.

Untuk itu, Henry meminta pemerintah segera menyusun langkah-langkah yang jelas untuk melakukan pembaruan agraria dengan membagi-bagikan lahan kepada rakyat tani bukan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan.

Sementara itu, Ketua SPI DPW Jambi, Sarwadi mengatakan dengan pengukuhan pengurus DPW SPI Jambi ini diharapakan kaum tani se-Jambi bisa terkonsolidasikan dalam sebuah gerakan yang masif. Tugas utamanya adalah memperjuangkan pembaruan agraria dan memastikan petani Jambi untuk mendapatkan hak-haknya.

“Massa hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang bisa mendapatkan lahan luas, sedangkan petani tisak mempunyai akses terhadap lahan pertanian di Jambi. Oleh karena itu, SPI mendorong untuk segera dijalankannya pembaruan agraria, tanah harus dibagi-bagikan kepada rakyat bukan perusahaan,” ujarnya.

Selain itu, Sarwadi mengungkapkan bahwa tugas lainnya sebagai organisasi tani adalah memastikan agar subsidi pertanian seperti opupuk, benih, dan saprotan benar-benar diberikan kepada petani, bukan hanya ke segelintir elit di daerah. “SPI akan memperjuangkan hak kaum tani secara luas,” tandasnya.

ARTIKEL TERKAIT
NTP Juli 2015 : Kenaikan Yang Kecil Dibayangi Penurunan Yang...
SPI ikuti pertemuan pangan dunia di Roma SPI ikuti pertemuan pangan dunia di Roma
Perubahan iklim sebagai jalan menambah utang baru Perubahan iklim sebagai jalan menambah utang baru
Pertemuan Regional ke-4 Pemuda Tani La Via Campesina Asia Te...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU