Ditengah-tengah janji pembaruan agraria yang tidak terpenuhi, petani kembali harus berhadapan dengan dampak krisis global. krisis finansial yang melanda negara Amerika mempengaruhi negara-negara lain yang banyak menggunakan mata uang tersebut dalam berbagai kegiatannya termasuk kegiatan ekspor-impor internasional. Imbasnya saat ini dirasakan oleh petani tanaman perkebunan di Indonesia, terutama karena memang produk perkebunan cenderung berorientasi ekspor dan harganya tergantung pada pasar internasional.
Tingginya harga sawit pada awal tahun 2008 lalu, sempat dinikmati petani yang menanam tanaman ini meskipun harga yang diterima petani masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh industri pengolahan kelapa sawit. Harga CPO di pasar internasional mencapai US$1100 per tonnya pada pertengahan tahun 2007, dari sebelumnya rata-rata harga CPO selama tahun 2005-2006 adalah US$500 per ton. Namun tidak adanya kontrol harga yang tegas mengenai harga jual tandan buah segar (TBS) sawit dari petani kepada pabrik pengolahan serta rendahnya posisi tawar petani membuat petani sangat rentan terhadap ketidakstabilan harga ini.
Seiring dengan terjadinya krisis finansial globaL, di Jambi saat ini harga kelapa sawit anjlok, dari kisaran harga 1900/Kg TBS sekarang menjadi 700/kg – per 9 november 2008 (tanpa ada pembedaan tahun tanaman, diambil harga yang terendah). Begitu pula dengan karet, jika beberapa bulan lalu harga karet mencapai 13.000/Kg, maka saat ini karet hanya dihargai sebesar Rp.3.000/Kg. Parahnya, harga yang seharusnya diterima petani juga telah dipotong tanpa informasi yang jelas. Jika merunut harga yang ditetapkan oleh PEMDA Jambi per 5 November 2008 lalu petani seharusnya mendapatkan harga sebesar Rp. 892/Kg, namun ternyata harga di beberapa PKS di Sungai Bahar yang diterima oleh petani hanya mencapai 680/Kg. Bahkan, setelah dipotong untuk transpor, upah bongkar muat dan Jasa KUD maka harga yang diterima petani hanya mencapai 420/Kg.
Dengan harga ini, petani telah merugi sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak petani juga yang terancam kehilangan tanahnya akibat tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Disamping itu, petani terancam krisis dua kali lebih lama yakni, ketidak mampuan untuk memberi pupuk saat ini. Inilah yang menyebabkan banyak petani yang mengalami depresi berat. Kondisi tersebut makin diperparah dengan masih banyaknya tanah petani terancam dirampas oleh perkebunan besar, diantaranya seperti yang dialami 1500 KK petani atas tanahnya seluas 7000 Ha yang dahulu merupakan eks HGU PT Asialog.
Krisis finansial global saat ini adalah suatu bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang membiarkan pasar mengatur dirinya sendiri hanya dipakai oleh kelompok pemodal untuk terus memperkaya dirinya sendiri melalui kegiatan-kegiatan spekulasi. Meletakkan/membiarkan perusahaan agribisnis terlebih agribisnis transnasional, seperti PT Salim Plantation, Asian agri, astra agro lestari, London sumatera Indonesia, duta palma dan bakri sumatera plantation, juga sinar mas menjadi merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal. Maka dari itu Pembaruan Agraria merupakan jawaban yang tidak dapat dipungkiri untuk lepas dari krisis. Sehingga perekonomian rakyat akan bisa terbangun secara kuat dan mandiri.
Melihat kondisi diatas, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan kaum tani di Jambi pada khususnya, maka kami dari DPW SPI Jambi menuntut pemerintah untuk segera melaksanakan pembaruan agraria melalui:
Demikian tuntutan ini kami sampaikan.
SPI Wilayah Jambi