JENEWA. Kemajuan pengakuan Hak Asasi Petani di tingkat internasional sudah cukup memuaskan. Sesi sidang ke-16 Dewan HAM PBB di Jenewa, tahun lalu menghasilkan sebuah studi dari Komite Penasihat untuk Dewan HAM yang berjudul “Prelimenary study of the human Right Council Advisory Committee on the advancement of the right of peasant and other people working in rural areas” (Studi awal komite penasihat dewan HAM mengenai hak petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan).
Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan bahwa hal ini dicapai berkat kerja keras SPI bersama gerakan masyarakat sipil lainnya di seluruh dunia.
“Sejak tahun 2000 kita bekerja untuk ini, baik di tingkat nasional dan internasional. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kita mengusulkan instrumen baru HAM untuk pengakuan dan perlindungan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan,” ungkap Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Upaya selama 12 tahun belakangan tersebut dimulai oleh SPI dengan rangkaian Konferensi Hak Asasi Petani dan Reforma Agraria. Pada tahun 2008, upaya ini resmi dimasukkan secara formal ke dalam mekanisme PBB. Sejak itulah PBB membuat kajian tentang hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan.
Henry juga menyampaikan bahwa selain dokumen tersebut, baru-baru ini Komite Penasihat untuk Dewan HAM PBB juga mengeluarkan Studi final tentang pemajuan hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di daerah pedesaan (Dokumen A/HRC/AC/8/6) pada Februari 2012 ini. Studi tersebut akan dibicarakan pada sesi ke-19 Dewan HAM PBB ini.
“Untuk itu, SPI sebagai anggota La Via Campesina, Gerakan Petani Internasional, akan memperjuangkan studi tersebut di PBB. Hal ini juga penting mengingat krisis pangan yang terus mengintai serta eskalasi pelanggaran hak asasi petani yang meningkat di Indonesia—terutama terkait hak atas tanah,”tambahnya.
Berikut ini transkrip lengkap (yang sudah diterjemahkan) dari intervensi lisan Henry Saragih pada sesi ke-19 Dewan HAM PBB, di Jenewa (14/03).
Ibu Presiden,
Saya membacakan pernyataan ini mewakili FIAN International, sebuah organisasi yang bekerja membela hak atas pangan yang layak dan juga organisasi saya La Via Campesina, yakni organisasi yang menyatukan jutaan petani seperti petani tak bertanah, petani perempuan, masyarakat adat dan para pekerja pertanian dari seluruh dunia. Kami membela pertanian skala kecil yang berkelanjutan sebagai jalan untuk mempromosikan keadilan sosial dan martabat, dan kami juga sangat menentang setiap bentuk pertanian yang menghancurkan alam dan manusia.
Beberapa waktu lalu, sebelum Studi Akhir Komite Penasehat ini, seorang profesor di Universitas Wageningen Belanda menerbitkan sebuah buku penting yang berjudul The New Peasantries, di mana ia menyatakan bahwa “saat ini terdapat lebih banyak petani dari sebelumnya dalam sejarah dan mereka masih merupakan sekitar dua per lima dari populasi dunia.”
Namun demikian, meningkatnya perampasan tanah untuk tanaman monokultur, pembalakan, dan untuk kepentingan industri lainnya telah menghancurkan mata pencaharian dan lingkungan sehingga membuat kami sulit untuk bertani, berternak, dan juga berburu untuk makanan sehari-hari. Perampasan lahan menyebabkan munculnya pelanggaran secara massif terhadap hak-hak kami, menghancurkan lahan kami, kehidupan sosial, lingkungan dan kedaulatan pangan kami. Oleh karena itu, kami mendesak masyarakat internasional untuk bekerjasama menghentikkan pelanggaran ini, karena instrumen yang sudah ada seperti hak asasi manusia tidak bisa menanganinya.
Kami ingin mengucapkan selamat kepada Komite Penasehat karena menyerukan perhatian pada kelompok rentan seperti petani dan orang yang bekerja di daerah pedesaan yang menjadi korban diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Kami juga menghargai Komite Penasehat telah memperlihatkan bagaimana absennya reformasi agraria dan kebijakan pembangunan pedesaan, termasuk irigasi dan benih, yang menghambat upaya global untuk mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi. Studi terakhir ini menawarkan suatu instrumen kepada masyarakat internasional untuk mengatasi masalah global, masalah kelaparan dan kekurangan gizi, serta untuk memajukan hak-hak petani dan orang-orang lain yang bekerja di daerah pedesaan.
Pada kesimpulannya, Ibu Presiden, Negara tidak perlu takut. Ada banyak keuntungan dalam memajukan hak-hak petani dan orang-orang lain yang bekerja di daerah pedesaan dan dalam meningkatkan kemampuan pemerintah untuk mewujudkan hak atas pangan bagi semua orang, terutama meningkatnya ketegangan mengenai akses terhadap tanah dan sumber daya alam produktif lainnya.
Kami mendorong negara-negara anggota dan pihak lain untuk mendukung pentingnya studi ini, dan bertindak lebih berani untuk menutup kesenjangan yang ada dalam perlindungan hak-hak para petani dan orang-orang lain yang bekerja di daerah pedesaan, melalui penciptaan prosedur khusus yang baru, pengakuan hak atas tanah dalam hukum internasional hak asasi manusia dan pembangunan, serta penerapan instrumen internasional baru mengenai hak-hak petani, seperti yang disimpulkan pada studi akhir di Dewan Penasehat.
Terima kasih, Ibu Presiden.