Jadikan peristiwa sosial menjadi peristiwa politik

Pertemuan negara-negara yang tergabung dalam G20 yang telah berlangsung di London dan pertemuan ADB (Asian Development Bank/Bank Pembangunan Asia) yang tengah berlangsung di Bali, pada hakekatnya adalah re-konsolidasi tatanan ekonomi dunia lama yang tetap meletakkan Amerika, lembaga-lembaga keuangan internasional – seperti ADB, IMF, dan Bank Dunia – perusahaan-perusahaan transnasional sebagai tonggak utama dominasi dan hegemoni neo liberalisme.

Beroperasinya Toean-Toean Modal Internasional seperti tersebut di atas tanah-air Indonesia, telah berdampak pada kekuasaan besar mereka atas sumber-sumber agraria (kekayaan alam) Ibu Pertiwi, APBN terjerat dan terhisap utang luar negeri, kesalahan resep ekonomi IMF-World Bank-ADB dan pengingkaran atas konstitusi (UUD 1945), Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan reformasi 1998, karena pemerintahan Indonesia – baik di masa Mega-Haz maupun di era SBY-JK telah mengeluarkan peraturan perundangan yang memfasilitasi liberalisasi ekonomi yang justru mengakibatkan perampasan tanah petani, buruh dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial, mahalnya pendidikan, dan minimnya anggaran layanan publik.

Pemilu 2009 adalah reorganisasi dan rekonsolidasi kekuasaan di Indonesia. Hanya ada dua konsekuensi pasca Pemilu: Pertama, kekuasaan baru sebagai modus operandi nasional dari neo liberalisme; Kedua, kekuasaan baru untuk kepentingan nasional, kepentingan demokrasi, dan kepentingan rakyat. Termasuk agenda WOC (World Ocean Conference) yang akan datang di Manado, harusnya sebagai tempat pengukuhan kedaulatan kita sebagai negara maritim dan negara kepulauan yang harus berdaulatan atas wilayah perairan (laut) Indonesia.

Untuk itu menjadi keharusan bagi gerakan rakyat Indonesia, untuk menjadikan momentum ini, untuk menjadikan peristiwa sosial seperti penggusuran, PHK, gizi buruk dan sebagainya menjadi peristiwa politik, yaitu menjadi isi dari reorganisasi kekuasaan negara Indonesia dan reorganisasi tata ekonomi dunia baru serta reformasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

May Day (Peringatan Hari Buruh) adalah momentum konsolidasi gerakan rakyat dan peringatan kemenangan gerakan rakyat, yang akan menjadi mandat kita untuk memperoleh kemenangan-kemenangan gerakan rakyat Indonesia. Untuk itu, berikut beberapa rencana aksi dan konsolidasi yang akan diselenggarakan pada:

  1. Aksi May Day Gerak Lawan tanggal 1 Mei 2009 secara serentak di 4 wilayah regional Serikat Buruh Indonesia dan di 10 titik Pimpinan Kota FPPI.

  2. Aksi FPPI memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2009

  3. Aksi SPI dan Gerak Lawan Tolak ADB di Bali tanggal 1-5 MEI 2009

  4. Rapat Akbar dan Aksi Serikat Nelayan Indonesia (SNI) bersama Gerak Lawan Menuju World Ocean Conference (WOC) di Manado 11-15 Mei 2009

Oleh karena itu, dalam momentum sejarah ini kami, Gerakan Rakyat Melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Gerak Lawan) menyatakan sikap:

  1. Naikkan upah buruh dan tolak pasar bebas perburuhan (labour market flexibility)

  2. Sediakan tanah untuk petani miskin dan petani tak bertanah melalui progam pembaruan agraria nasional

  3. Hapus hutang luar negeri dan tolak hutang baru

  4. Berikan jaminan sosial untuk rakyat miskin.

Yang kami butuhkan pembebasan rakyat, bukan pasar bebas.”

Jakarta, 30 April 2009

Atas nama organisasi-organisasi yang tergabung dalam Gerak Lawan:
Agusrully Ardiansah (Serikat Petani Indonesia – SPI)
Adi Ruspriyanto (Serikat Buruh Indonesia – SBI)
Suraji Sukamzawi (Serikat Nelayan Indonesia – SNI)
Gunawan (Indonesian Human Rights Committe for Social Justice – IHCS)
Sahat Tarida (Front Perjuangan Pemuda Indonesia – FPPI)

ARTIKEL TERKAIT
Laporan Pelanggaran Hak Asasi Petani 2011: Tahun Penuh Luka ...
Berita Foto Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia Berita Foto Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia
DPR: WTO Melemahkan Petani DPR: WTO Melemahkan Petani
Henry Saragih, “Green Giant” Penyelamat Lingkungan Dunia
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU