JAKARTA. Di penghujung tahun 2011 ini satu lagi berita menyedihkan menimpa petani. Sebanyak 30 orang petani Mesuji di Lampung dan Sumatera Selatan menjadi korban kekerasan akibat konflik di wilayah perkebunan. Hal ini cukup mengusik rasa kemanusiaan masyarakat karena diduga kasus ini sudah terjadi lama, tetapi ditutup-tutupi oleh pihak yang berwenang.
Menurut Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), tewasnya petani dalam konflik agraria sebenarnya bukan hal baru. SPI sendiri mencatat untuk tahun 2011, sudah ada 18 petani tewas akibat 120 kasus konflik agraria.
Dari data Komnas HAM, dari 6000 kasus pelanggaran yang terjadi tiap tahunnya, sekitar 1000 kasus pelanggaran HAM dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya masalah konflik agraria antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat yang belum juga terselesaikan sejak masa Orde Baru sampai sekarang.
Henry menilai secara prinsip konflik terjadi karena besarnya keberpihakan UU perkebunan Nomor 18 tahun 2004 terhadap perusahaan perkebunan dan mengabaikan hak-hak masyarakat.
“UU perkebunan Nomor 18 tahun 2004 memberikan legalitas yang sangat kuat kepada perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat. Pasal-pasal dalam UU ini dengan jelas memberikan ruang yang besar kepada perusahaan perkebunan baik swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani,” tegas Henry.
Dalam pasal 20 misalnya dengan jelas memperboleh kan perusahaan perkebunan melakukan pengamanan usaha perkebunan berkoordinasi dengan aparat keamanan dan masyarakat setempat. Pasal tersebut kemudian digunakan oleh perusahaan perkebunan untuk membentuk tim pengamanan khusus atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Pam Swakarsa” yang didukung oleh aparat keamanan yang kemudian menjadi senjata utama perusahaan perkebunan dalam konflik dengan masyarakat.
“Tindakan-tindakan seperti intimidasi, penggusuran paksa, penganiayaan bahkan tindakan yang dapat menyebabkan kematian sering dilakukan oleh pam swakarsa terhadap masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan dengan didukung aparat yang berwenang,” tegas Henry.
”Kasus Mesuji ini merupakan puncak gunung es dari pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di negeri ini. Masih banyak kasus-kasus konflik agraria di negeri ini yang belum terangkat ke permukaan,” tambah Henry
Terkait dengan insiden Mesuji, SPI Mendesak :
Kontak:
Henry Saragih – Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (0811-655-668)
Agus Ruli Ardiansyah – Ketua Departemen Politik, Hukum dan Keamanan SPI ( 0878-2127-2339)