MEDAN. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara (Sumut) bersama Sumateran Youth Food Movement menyelenggarakan kemah pemuda tani se-Sumatera (SYFM Camp) di Rajasa, Medan, Sumatera Utara (01-04 Mei 2014). Acara yang bertemakan “Tanpa Petani Kita Bukan Apa-Apa” ini dihadiri oleh puluhan pemuda tani dan mahasiswa yang berasal dari berbagai provinsi di pulau Sumatera.
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumut Zubaedah menyampaikan, petani memiliki peranan penting dalam usaha menegakkan kedaulatan pangan di Indonesia.
“Banyak yang tidak sadar peran penting petani kecil, padahal petani kecillah yang memberi makan masyarakat, bukan perusahaan agribisnis,” tegas Zubaedah saat membuka kemah pemuda ini (01/04).
Zubaidah juga mengemukakan, prasyarat tercapainya kedaulatan pangan adalah dilaksanakannya pembaruan agraria sejati, meredistribusikan lahan terlantar dengan luas minimal 2 hektare kepada keluarga petani kecil.
Afgan Fadillah Kaban, ketua panitia SYFM Camp menjelaskan, acara ini berisi tentang diskusi-diskusi yang diisi oleh para pemateri yang berkompeten di bidangnya masing-masing.
“Ada juga acara “sounds of food sovereignty” yang menampilkan puisi, tari, dan penampilan band. Ada juga field trip ke pasar traditional melihat langsung hasil produksi pertanian. Kita juga berkunjung ke lahan pertanian anggota SPI di Desa Mabar Kecamatan Bangun Purba, Deli Serdang. Disana kami mengunjungi lahan pertanian agroekologi, diskusi tenting kondisi pertanian terkini, hingga perjuangan petani mempertahankan lahannya,” jelas Afgan.
Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Setyo Purwadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Sumut, menyampaikan kalau dirinya sangat senang atas terselenggaranya acara ini
“Pemuda tani saat ini tidak berminat bertani, mereka malu bertani, jumlah petani pun menurun. Oleh karena itu saya dan BKP akan selalu mendukung acara seperti ini yang berusaha membangunkan kesadaran pemuda akan pentingnya bertani,” ungkapnya.
Sementara itu, menurut Ketua Umum SPI Henry Saragih yang menjadi salah satu narasumber acara ini, fenomena sedikitnya pemuda yang tertarik untuk bertani bukan hanya terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga terjadi di banyak belahan bumi dunia lainnya, seperti Korea, Jepang, dan negara-negara lainnya.
“Pemuda tani banyak yang tidak lagi tertarik bertani dan pergi meninggalkan lahan pertanian di desanya dan bekerja di kota, atau justru menjadi TKI di luar negeri,” kata Henry.
Oleh karenaitu menurut Henry ada beberapa hal yang harus dibenahi. Mulai dari meredistribusi 9,2 hektar lahan terlantar agar menjadi program padat karya di pedesaan, agar rata-rata kepemilikan lahan petani naik, setidaknya hingga 2 hektar per KK. Selanjutnya adalah tentang mengatasi ketergantungan impor pangan.
“Kalau impor terus, harga pangan lokal jadi tidak atraktif, petani jadi enggan berusaha. Devisa juga habis hingga 150 trilyun per tahun. Anggaran pertanian harus dinaikkan, jadi orang mau bertani, banyak insentif,” tuturnya.
Supriana, mahasiswi asal Universtias Muhammadiyah Banda Aceh yang menjadi salah seorang peserta kemah ini menyampaikan dirinya banyak mendapatkan hal-hal baru yang menjelaskan tentang kondisi petani dan pertanian di Indonesia saat ini.
“Acara ini sangat bagus. Saya mulai paham ternyata petani itu sangat bayak permasalahannya, bukan hanya ekonominya, namun banyak aspek lainnya. Tanpa petani, kita tidak akan berdaulat dalam pangan,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Dedi, pemuda tani anggota Dewan Pengurus Cabang (DPC) SPI Langkat. Ia menyampaikan seorang pemuda tidak seharusnya malu bertani.
“Sebagai pemuda kita harus bangga dan terus bertani karena kitalah generas penerus bangsa yang akan menjaga kedaulatan pangan bangsa ini,” tuturnya.
Koordinator SYFM, Randa Sinaga, menyampaikan latar belakang penyelenggaraan kemah kali ini adalah keresahan dan kesadaran bahwa diperlukan pemuda sebagai aktor perubahan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, pemuda (tani) adalah agen penggerak kedaulatan pangan.
“SYFM camp ini dilaksanakan agar para pemuda-pemudi (tani) berkumpul, melakukan penyadaran, untuk kemudian kembali ke lingkungannya dan mengajak pemuda di sekitarnya untuk ikut serta menegakkan kedaulatan pangan dan kembali bertani,” papar Randa.
Randa menambahkan, SYFM Camp ini menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut, mulai dari pelaksanaan kemah pemuda tani se-Sumatera yang tahun depan dilaksanakan di Aceh, penggalakan kampanye kedaulatan pangan, dan lainnya.
“Semoga ke depannya semakin banyak pemuda yang tersadarkan dan mulai petani, karena tanpa petani kita bukan apa-apa,” tambahnya.