Kami, petani kecil, perempuan dan laki-laki dari La Via Campesina- gerakan petani internasional-yang berasal dari 26 negara didunia yang menghadiri Konferensi Internasional Hak Asasi Petani pada tanggal 20 sampai 24 Juni 2008 di Jakarta, Indonesia. Setelah berbagi pengalaman dan diskusi mendalam secara substantif mengenai penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi petani, kami yakin bahwa saatnya nanti semua hal itu akan terpenuhi. Menyelamatkan petani sama artinya menyelamatkan kelangsungan hidup di dunia ini.
Kami menyadari bahwa hingga kini pengusiran yang disertai kekerasan dari lahan pertanian terus saja terjadi. Mega proyek seperti perkebunan untuk agro-fuels, pembangunan infrastruktur, ekspansi industri, industri ekstaktif dan tourisme, serta atas nama program penyelamatan lingkungan dan hutan telah menyebabkan hancurnya komunitas dan kehidupan petani.
Perampasan lahan dan pengrusakan tanaman pangan seringkali digunakan sebagai cara untuk mengambil alih sumber alam yang telah dikuasai dan menghidupi kaum tani secara turun menurun. Selanjutnya, tindak kekerasan adalah pengalaman yang seringkali petani hadapi. Kekerasan bisa secara fisik atau mental dan bahkan mengancam kehidupan. Karena mereka berjuang untuk pemenuhan hak asasi petani.
Berdasarkan laporan yang telah diterima dari delegasi Indonesia anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) dan serta dianalisa secara mendalam oleh peserta konferensi. Apa yang telah dialami petani di Indonesia dalam upaya memenuhi kebutuhan akan makanan dan kehidupan keluarga mendapat ancaman yang berat. Seperti di Desa Kenconorejo,Kecamatan Tulis kab.`Batang Jawa Tengah yang sejak bulan mei 2008 lalu mengalami tindakan teror, ancaman penangkapan oleh kepolisian, serta pengrusakan tanaman padi dan melati. Di wonosobo, petani-petani mendapat tekanan dari Perum Perhutani untuk segera keluar dari areal yang dianggap kawasan milik mereka. Di Kulonprogo,Yokyakarta pertanian diareal yang mulanya tandus, berkat kegigihan petani menjadi lahan berpasir yang subur saat ini terancam akibat proyek penambangan pasir dengan investasi asing. Di Jambi petani di Merangin (hitam ulu) sedang berkonflik dengan perusahaan perkebunan sawit, PT. Sari Aditya Loka (SAL). Demikian juga yang sedang dialami seluruh petani di penjuru Indonesia yang yang belum terpenuhinya hak dasar petani mulai dari tanah, bibit, alat dan mesin pertanian, sarana produksi padi, serta kepastian harga dan nilai hasil panen.
Menurut pandangan petani peserta konferensi proyek atau aktifitas yang disebut diatas bila tidak dihentikan akan mengancam kehidupan, tidak hanya petani dan keluarganya, namun kerusakan lingkungan, menurunnya produksi makanan diwilayah, serta akan semakin banyak warga negara Indonesia yang terjebak dalam kemiskinan dan kekurangan gizi-malnutrisi.
Hal ini sungguh bertentangan dengan deklarasi hak asasi petani bagian I tentang hak atas kehidupan yang layak, antara lain mengenai petani baik perempuan maupun laki-laki dan keluarganya berhak akan perlindungan dari berbagai ancaman dan hal lainnya dalam rangka keamanan dan keselamatan dirinya. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk hidup secara layak, sejahtera dan bermartabat.
Demikian juga pelannggaran pada bagian II tentang hak petani atas sumber-sumber agraria, beberapa yang tertera yaitu:
Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya atas kepemilikan atau akses kepada sumber-sumber agraria dan kemampuan pribadi dalam hukum dan pelaksanaanya tanpa membedakan jenis, umur atau senioritas berdasarkan hukum dan praktek adat dan kebiasaan yang berlaku tanpa melanggar rasa keadilan dan kebenaran
Dan Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk menggarap dan/atau memiliki tanah negara (non produktif) yang sudah menjadi sumber pokok kehidupan ekonomi dan kehidupan masyarakat
Oleh karena itu, kami peserta konferensi internasional Hak Asasi Petani, menyerukan dan mendesak kepada Pemerintah, DPR, Perum Perhutani serta Kepolisian Republik Indonesia untuk segera secara aktif menghentikan berbagai tindakan dan kebijakan yang melanggar hak asasi petani yang dilindungi oleh konstitusi. Kemudian menyelesaikan persoalan ini dengan berpihak kepada petani dan buruh tani, sebagai salah satu kelompok rentan.
Kami juga menyerukan, bahwa dalam kondisi krisis pangan dan energi sekarang ini yang disebabkan oleh kebijakan neoliberal-kapitalis, kami menyerukan kepada pemerintah, parlemen dan berbagai pihak untuk segera memberikan perlindungan dan memenuhi hak konstitusi kaum tani di Indonesia.