Untuk memecahkan permasalahan krisis iklim, krisis pemanasan global, perusahaan-perusahaan multinasional menyarakan solusi-solusi palsu. Berikut adalah solusi-solusi palsu tersebut.
1. GMO (Genetically Modified Organism – Organisme Hasil Rekayasa Genetika)
Propaganda:
Menurut mereka yang mempromosikannya, GMO adalah teknologi yang memiliki keunggulan ganda. GMO diklaim memiliki kemampuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan mengurangi penggunaan pestisida (yang merupakan sumber signifikan dari gas rumah kaca ketika mereka diproduksi dan digunakan), dan dengan mengurangi persiapan pengolahan lahan, yang melepaskan emisi karbon. GMO juga diklaim merupakan tanaman tanaman yang tahan atas kekeringan dan banjir, yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim
Fakta:
Toleransi GMO ke satu (atau banyak) herbisida atau insektisida dengan cepat mengembangkan resistensi dan membuat tanaman beradaptasi. Hal ini menyebabkan banyak tanaman yang tidak diinginkan dan hama muncul di lahan, yang akhirnya memicu penggunaan pestisida lebih banyak untuk menyingkirkan mereka.
Selanjutnya poin mengenai GMO yang bisa mengurangi pengolahan lahan, hal tersebut menjadi tidak masuk akal dan tidak berdampak jika dilakukan dengan pendekatan pertanian berbasiskan industri; yang tidak menggunakan rotasi tanaman dan penggunaan herbisida yang luas. Di Argentina, kacang kedelai Monsanto Round Up Ready yang ditanam tanpa pengolahan lahan telah menghancurkan berhektar-hektar padang rumput dan hutan.
GMO milik sistem pertanian pangan berbasiskan industri yang menetapkan paten terhadap makhluk hidup paten, memonopoli pengetahuan petani, menghentikan dan menghancurkan praktek pertanian keluarga kecil, dan keseluruhan rantai siklus ini secara signifikan melepaskan gas rumah kaca dan menghancurkan iklim.
2. Agrofuel (Bahan bakar yang berasal dari tanaman)
Propaganda:
Agrofuel dikenal juga dengan sebutan biofuel. Bagi mereka yang mempromosikannya, agrofuel adalah solusi dari bahan bakar berbasiskan fosil. Agrofuel diklaim mampu mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi sehingga juga berkontribusi terhadap penurunan efek gas rumah kaca. Melalui penciptaan energi yang berasal dari tanaman, agrofuel mengklaim mampu menyediakn sumber daya terbarukan tak terbatas, yang tidak bisa dilakukan bahan bakal berbasis fosil.
Fakta:
Fakta yang terjadi di lapangan adalah praktek agrofuel mengorbankan pertanian tanaman pangan dan produksi pangan. Ribuan hektar lahan subur yang diperuntukkan untuk konsumsi pangan dialihfungsikan menjadi tanamanagrofuel; ini tentu saja meembahayakan kedaulatan pangan masyarakat lokal. Selanjutnya yang kerap terjadi adalah pengusiran para petani kecil dari lahannYa yang kerap menggunakan cara-cara kekerasan, yang mencederai hak-hak dan martabak petani sebagai produsen pangan, penyedia pangan bagi masyarakat dunia.
Sudah banyak hutan-hutan di Amazon dan di tempat lainnya yang ditebangi demi proyek agrofuel. Ini tentu saja berkontribusi terhadap naiknya emisi karbondioksida karena pepohonan adalah penyerap karbon utama.
Agrofuel yang dijalankan dengan sistem pertanian ultra intensif juga sangat tergantung terhadap input-input kimia.
Terakhir, krisis pangan 2007-2008 dan kerusuhan pangan yang dipicu olehnya, memfokuskan ke sesuatu: agrofuel menempatkan tekanan kuat pada harga produk pangan.
3. REDD + (Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation)
Propaganda:
REDD yang berarti “pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan” memiliki tujuan yang sangat mulia. Hal ini ditambah dengan embel-embel (+), semakin meyakinkan bahwa sistem ini adalah sebuah solusi nyata. Sistem ini sederhana: negara (atau penduduk setempat, asosiasi, dll) yang memiliki sumber daya yang cukup besar yang terletak di dalam hutan menilai kerugian keuangan apabila tidak melakukan deforestasi dan kuantitas karbon yang tidak terlepas ke atmosfer. Selanjutnya negara industri (atau kolektif, LSM, perusahaan multinasional, dll) membayar negara-negara yang memiliki hutan yang cukup luas tersebut untuk mencegah rusaknya hutan mereka. Sebagai ganti dari investasi penyelamatan hutan yang dilakukan oleh negara-negara industri tersebut, mereka ditawarkan sarana mengimbangi emisi mereka dan atau kredit karbon. Kesepakatan yang cukup adil nampaknya. Dan embel-embel (+) merujuk kepada proses REDD yang berkontribusi terhadap peningkatan cadangan karbon, pengelolaan hutan lestari dan konservasi hutan.
Fakta:
Pada pemeriksaan lebih lanjut, menjadi jelas bahwa REDD + berfungsi sebagai sedikit lebih dari sarana menyembunyikan hilangnya hutan yang dinegosiasikan yang terjadi selama COP, bukannya orang-orang mengajukan pertanyaan tentang bagaimana gas rumah kaca yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi secara efektif. Ini mencakup tidak lebih dari potensi deforestasi, karena itu tidak ada yang konkret. Kredit karbon yang ditawarkan sangat nyata memang, dan mewakili lisensi untuk memancarkan gas rumah kaca yang diinginkan.
Selanjutnya, populasi petani kecil yang tinggal di sekitar kawasan hutan sering diwajibkan untuk mengurangi produksi tanaman pangan dan menggantinya dengan pohon, yang tentu saja mengurangi kedaulatan pangan masyarakat setempat. Kesepakatan konservasi juga dapat mengakibatkan hilangnya akses para petani kecil ke daerah-daerah yang secara rutin digunakan untuk panen tanaman, berburu ataupun ladang berpindah.
Sekarang negosiasi iklim sedang memeriksa dan mencoba kemungkinan untuk membuat lahan pertanian yang memenuhi syarat untuk masuk ke sistem kompensasi kredit karbon. Hal ini tentu saja menjadi pintu terbuka bagi proses perampasan lahan petani kecil oleh korporasi-korporasi yang terus merusak lingkungan. Solusi-solusi dari korporasi multinasional adalah solusi palsu, tidak akan pernah menyelesaikan krisis iklim.
*Artikel ini adalah bagian pertama dari dua bagian, disadur dan diterjemahkan dari viacampesina.org, website resmi La Via Campesina, gerakan petani internasional