Membaca Desa, Membaca Kampung Untuk Pengorganisasian Rakyat

SLEMAN. Metode membaca desa, atau kampung perlu dilakukan kembali sebab selama ini selalu ada paralelitas, selama yang dibaca adalah manusia dengan berbagai persoalan kemanusiaannya. Hal ini diungkapkan oleh Tri Hariyono, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Yogyakarta dalam sarasehan yang bertemakan  “Membaca Desa, Membaca Kampung untuk Pengorganisasian Rakyat” di Sekretariat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Yogyakarta, di Maguwoharjo, Sleman, kemarin (04/05).

Menurut Tri, dalam membaca desa dan kampung ini ada alternatif pendekatan yang bisa dipakai yaitu pendekatan hulu, tengah dan hilir masyarakat, pendekatan aspek-aspek kehidupan masyarakat, pendekatan berbagai kemungkinan  relasi dalam masyarakat, pendekatan proyeksi atas gejala yang cukup fenomenal, dan pendekatan pemaknaan atas fakta-fakta sosial yang ada.

“Manusia desa, manusia kampung dan manusia Indonesia, juga pesoalan yang dipikulnya adalah sama. Tentu dengan perbedaan disana sini dalam hal kepadatan dan kecairan nilai-nilainya, dalam hal konfigurasi masalah dan solusi, dalam hal intensitas, dalam hal kecerdasan, dalam hal potensi kemuliaan, hal keikhlasan dan keserakahannya, juga dalam hal kesungguh-sungguhan ketika berikhtiar untuk mengatasi masalah, serta dalam hal main-main terhadap persolannya,” paparnya.

Tri juga menyampaikan bahwa kegiatan ini juga untuk memberikan pemahaman dan bekal  bagi para kader SPI dan tokoh-tokoh pemuka lainnya terhadap pemasalahan yang selama ini di desa. Kegiatan membaca desa, membaca kampung ini merupakan upaya untuk membaca peta sosial, peta psikologi, peta budaya, peta ekonomi, peta agama, peta spiritual, peta politik, dan peta apa pun yang termasuk dalam wilayah  kemanusiaan diri kita sendiri.

“Hasil dari sarasehan ini adalah supaya para kader SPI nantinya bisa lebih gencar melakukan kerja-kerja pengorganisiran rakyat di tingkat grass root terutama dalam mengenal diri sendiri, tetangga, desa, dan kampung kita dengan relatif, lebih jujur dan apa adanya, dan mencari alternatif solusi jika memang ada masalah yang memerlukan solusi,” tambahnya.

Tri menambahkan bahwa Cak Nun pernah menulis buku yang berjudul “Indonesia Bagian dari Desa Saya”. Buku ini membalik cara pandang dalam membaca persoalan yang terjadi di Indonesia. Dari pendekatan makro-mikro, menjadi mikro makro, dari yang semula lebih mementingkan Indonesia menjadi lebih mementingkan desa. Desa dan Indonesia direposisi tidak lagi sebagai bawah atas, tetapi sebagai relasi yang setara dan saling fungsional.

Sementara itu, sarasehan yang diikuti oleh puluhan orang, mulai dari petani anggota SPI hingga tokoh agama lokal ini, terselenggara berkat kerjasama DPW SPI Yogyakarta bersama dengan Nahdlatul Muhammadiyyin, dan keluarga besar Maiyah Nusantara.

ARTIKEL TERKAIT
10 September, Hari Aksi Internasional Melawan WTO dan FTA
Aksi Produsen Susu di Dewan Kementerian Pertanian Eropa
Henry Saragih: "Perkuat Strategi di Basis Untuk Memenangkan ...
Food Estate, ancaman bagi pertanian berkelanjutan
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU