JAKARTA. Badan Musyawarah Tani Indonesia (Bamustani) yang terdiri atas Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) dan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) mengeluarkan resolusi dan rekomendasi untuk pemerintahan Jokowi-JK. Resolusi dan rekomendasi ini adalah hasil yang didapatkan dari Musyawarah Tani BAMUSTANI yang dilaksanakan di Jakarta, 21 April 2016.
Ketua Presidium BAMUSTANI Henry Saragih menyampaikan, secara keseluruhan acara musyawarah tani BAMUSTANI berhasil menghasilkan resolusi dan rekomendasi yang disarikan dari permasalahan yang dihadapi oleh petani kecil setiap harinya.
“Alhamdulillah acara musyawarah tani BAMUSTANI yang dilaksanakan dalam semangat Hari Hak Asasi Petani Indonesia ke-15 20 April 2016 mampu mengakomodir semua permasalahan petani kecil di perdesaan, mulai dari akses lahan, benih, kelembagaan petani, berdaulat pangan, hingga penegakan hak asasi petani,” kata Henry di Palembang, pagi tadi (25/04).
Penguatan Mata Rantai Kedaulatan Pangan
Muhammad Nurudin dari API memaparkan, swasembada dan kedaulatan pangan tidak akan tercapai jika kesejahteraan dan perlindungan petani dan pemenuhan hak-hak petani tidak terpenuhi. Oleh karena itu musyawarah tani BAMUSTANI menuntut pemerintah segera melakukan kewajiban sebagaimana diamanatkan oleh UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan dan UU No 19. tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
“BAMUSTANI merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan skala usaha petani penghasil pangan dengan redistribusi tanah kepada petani-petani kecil sebagai produsen pangan dan memberikan perlindungan lahan pangan berkelanjutan,” katanya.
“Pemerintah harus memperkuat organisasi petani (kelompok tani, atau organisasi petani bentuk lainnya) dan atau koperasi-koperasi petani dalam rangka memperkuat sistem tataniaga pangan di tingkat desa, kabupaten, dan nasional,” lanjutnya.
“BAMUSTANI mendesak pemerintah unyuk mempercepat penetapan badan bangan dan atau badan otoritas pangan sebagaimana mandat UU No. 18/2012 tentang pangan. Pemerintah harus mengalihkan subsidi pupuk menjadi subsidi langsung kepada petani untuk memperkuat kemandirian petani atas kebutuhan pupuk, dan mekanismenya di didasarkan kepada musyawarah petani,” lanjutnya lagi.
“Pemerintah harus membangun sistem tataniaga pangan dan distribusi pangan yang melindungi petani pangan dan mempersempit disparitas/kesenjangan harga pangan di tingkat petani dan konsumen. Pemerintah wajib memperkuat SDM petani melalui pemberdayaan kelompok tani, koperasi petani maupun organisasi petani bentuk lainnya. Pemerintah wajib menolak impor pangan dan mengurangi ketergantungan pangan impor karena merugikan petani pangan di Indonesia,” paparnya.
“Pemerintah juga harus membangun lembaga pembiayaan petani untuk memperkuat akses modal bagi petani dan koperasi petani,” tambahnya.
Rekomendasi Tentang Benih dan Pupuk
Selanjutnya, Agusdin Pulungan dari WAMTI mengemukakan, BAMUSTANI berusaha untuk senantiasa mendorong pemberlakuan suatu sistem pengembangan pertanian yang berkeadilan terutama bagi petani kecil yang selama ini berada di rantai ketidakadilan. Dalam konteks menjawab permasalahan terkait yang selama ini muncul maka BAMUSTANI merekomendasikan agar subsidi ditingkatkan dengan merubah pola bantuan yang mengedepankan petani sebagai subyek utama penerima keuntungan.
“Petani penangkar benih ataupun pemulia difasilitasi untuk lebih berkembang termasuk legalitas dan distribusi produksi benih. Pengawalan bantuan benih dan pupuk ditingkatkan supaya subsidi tepat sasaran,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, BAMUSTANI juga merekomendasikan agar pemerintah mengembangkan benih-benih varietas yang sesuai dengan ancaman banjir, kekeringan dan umur lebih pendek; standar dan pola pengawasan oleh BPSB juga harus lebih diperketat untuk mengurangi benih berlabel yang rendah kualitasnya,” jelasnya.
Selanjutnya, Agusdin menekankan agar rekomendasi aplikasi pupuk dan penggunaan benih tidak bersifat seragam tetapi disesuaikan dengan kondisi lokal.
“BAMUSTANI juga merekomendasikan agar pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi produksi (gabah) kepada petani, serta pengadaan saprodi (benih/pupuk) secara langsung dan tidak melalui pihak ke tiga,” ungkapnya.
Penguatan Peran Kelembagaan Petani & Badan Usaha Milik Petani (BUMP) – Koperasi Petani
Kustiwa Adinata dari IPPHTI meneruskan, organisasi dan lembaga tani menuntut payung hukum untuk lembaga dan organisasi di luar poktan dan gapoktan yang jelas-jelas tidak dimasukkan dalam Draft Revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani menjadi Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani.
“Perlu adanya pengakuan struktur organisasi lembaga/organisasi petani di luar poktan dan gapoktan. Pemerintah dan Pemda juga harus memfasilitasi penyuluhan, pendampingan, pertukaran petani (studi banding) untuk lembaga atau organisasi petani di luar poktan dan gapoktan,” katanya.
“Musyawarah petani harus dilakukan dengan melibatkan lembaga/organisasi petani di luar poktan dan gapoktan dalam perencanaan perlindungan lahan pertanian sebagaimana mandat Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Pemerintah dan Pemda dapat menyediakan informasi dan mempermudah lembaga atau organisasi petani di luar poktan dan gapoktan terkait bantuan sarana produksi pertanian; Pemerintah dan Pemda juga harus memberikan bantuan gagal panen akibat kejadian luar biasa dan asuransi petanian kepada lembaga/organisasi petani di luar poktan dan gapoktan,” paparnya.
Kustiwa melanjutkan, pemerintah dan Pemda juga harus memfasilitasi penyuluhan, pendampingan, pertukaran petani (studi banding) untuk lembaga/organisasi petani di luar poktan dan gapoktan.
Dalam hal akses permodalan: pemerintah dan Pemda juga harus memberikan akses ke perbankan dan kemitraan kepada lembaga/organisasi petani di luar poktan dan gapoktan.
“Serta harus ada kepastian usaha melalui perlindungan pemasaran, keringanan PBB lahan pertanian, penghapusan biaya tinggi,” ungkapnya.
Perlindungan Tanah Pertanian & Redistribusi Tanah Bagi Petani
Agus Ruli Ardiansyah, Sekretaris Umum Badan Pelaksana Pusat (BPP) SPI menyampaikan, melalui Musyawarah Tani organisasi tani yang tergabung dalam BAMUSTANI merekomendasikan kepada pemerintah Republik Indonesia untuk segera menjalankan mandat UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta Peraturan Pelaksanaanya, mulai dari pemerintah pusat sampai ke pemerintahan desa secara sungguh-sungguh
“BAMUSTANI merekomendasikan agar Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden tentang reforma agraria sebagai peraturan pelaksana terhadap redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria dengan prinsip keadilan bagi petani Indonesia,” tegasnya.
“Agar pemerintah menjalankan reforma agraria yang dipimpin langsung oleh Presiden RI agar bisa menjangkau ke tingkat bawah, bersifat operasional, serta dapat mengambil keputusan secara cepat, bukan hanya sekedar kordinasi yang menghasilkan rekomendasi,” lanjutnya.
Agus Ruli menambahkan, BAMUSTANI juga merekomendasikan agar pemerintah mengakui dan melibatkan organisasi tani dan menempatkan petani sebagai subjek dalam perencanaan pembangunan pedesaan dan pelaksanaan reforma agraria, guna menjamin dan pemenuhan hak-hak petani Indonesia.
“Masih dalam semangat Hari Hak Asasi Petani Indonesia, musyawarah tani BAMUSTANI ini akan diikuti dengan pelatihan hak asasi petani se-Asia Tenggara dan Asia Timur oleh La Via Campesina dan SPI (26-28 April 2016), yang akan dihadiri langsung oleh Menteri Desa Marwan Djafar,” tutupnya.