JAKARTA. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli 2015 mengalami kenaikan sebesar 0,44 dari 100,52 menjadi 100,97, demikian Badan Pusat Statistika melaporkan perkembangan NTP terakhir pada hari Senin (03/08/15). Kenaikan NTP dipengaruhi oleh naiknya NTP subsektor hortikultura, tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat.
NTP hortikultura mengalami kenaikan sebesar 0,75 menjadi 101,73. Kenaikan NTP hortikultura dipengaruhi oleh kenaikan harga cabe rawit dan cabe merah menjelang hari raya idul fitri (17/07) dan akhir bulan Juli.
Sementara itu, NTP tanaman pangan pada Juli 2015 juga mengalami kenaikan sebesar 0,43 menjadi 97,71. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya harga beras seluruh kualitas. Hal ini terjadi karena permintaan terhadap beras menjadi tinggi ketika lebaran. Menurut data BPS, beras premium di tingkat penggilingan selama bulan Juli naik 0,33 persen dari bulan sebelumnya menjadi Rp. 8.945 per kg. Beras medium di tingkat penggilingan naik 0,49 persen menjadi Rp. 8.648 per kg dan harga di pasar menurut data Kementerian Perdagangan RI mencapai Rp. 10.050 per kg di akhir bulan (31/07). Kenaikan harga beras juga terjadi pada beras kualitas rendah. Beras kualitas rendah di tingkat penggilingan dihargai Rp. 8.307 per kg atau naik sebesar 2,3 persen.
Selanjutnya NTP tanaman perkebunan rakyat hanya naik sebesar 0,04 dari 97,78 menjadi 97,82. Hal ini disebabkan oleh mulai berlakunya pungutan & bea keluar CPO dan produk turunannya pada 16 Juli 2015. Sehingga harga ekspor produk kelapa sawit masih fluktuatif. Beberapa komoditi tanaman perkebunan rakyat seperti kakao dan kelapa juga mengalami kenaikan.
Menanggapi hal ini Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, kendati NTP tanaman pangan dan tanaman perkebunan mengalami kenaikan – berbeda dengan NTP hortikultura – nilai kedua subsektor NTP tersebut masih di bawah 100. Artinya di tengah permintaan komoditi dan konsumsi yang tinggi saat lebaran, petani tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat secara rata-rata merugi. Karena indeks harga yang diterima lebih rendah dibandingkan indeks harga yang dibayar oleh petani.
“Padahal ketika hari raya dapat dipastikan kebutuhan seluruh penduduk Indonesia tinggi, tak terkecuali petani. Kondisi demikian dibuktikan dengan inflasi perdesaan sebesar 0,89 persen pada Juli 2015 yang disebabkan oleh naiknya indeks seluruh kelompok konsumsi,” kata Henry di Jakarta pagi tadi (05/08).
Henry melanjutkan, NTP yang masih mengecewakan ini dikhawatirkan akan semakin parah dengan ancaman kekeringan hingga Oktober tahun ini. Terutama bagi petani tanaman pangan yang dibayangi ancaman puso dan penundaan masa tanam.
“Bagi petani tanaman pangan sebagai alternatif menghadapi kemarau mungkin bisa menanam palawija, padi SRI dan pengembangan benih lokal a la petani yang hemat air, bukan dengan pengembangan benih rekayasa genetika (GMO),” katanya.
Henry menambahkan, maka dari itu pemerintah harus menanggulangi dengan cepat, memastikan akurasi data, menyalurkan bantuan yang merata, memberikan informasi secara sistematis kepada petani, dan yang terpenting adalah jangan dijadikan alasan untuk impor.
“Dengan cara itu, NTP berbagai subsektor diharapkan akan naik dan tidak kembali turun atau stagnan di bawah 100, terlebih pada musim kemarau yang panjang dan menguatnya El Nino Southern Oscilation (ENSO) seperti sekarang ini, demi tercapainya kedaulatan pangan di negeri ini” tambah Henry.
Kontak Selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668