JAKARTA. Pemerintah akhirnya merealisasikan rencana impor beras sebanyak 500 ribu ton dengan dalih menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP). Sebanyak 5.000 ton beras impor asal Vietnam telah masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat kemarin (16/12). Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan beras impor itu dibeli dengan harga Rp 8.800 per kilogram. Sehingga, total biaya importasi ini diperkirakan mencapai Rp 4,4 triliun.
Menanggapi hal ini Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih sangat menyesalkan keputusan pemerintah ini.
“Bulog sebagai badan yang berperan mengurusi cadangan pangan nasional lemah dalam perencanaan dan tidak menjalankan peran dan fungsinya,” tegasnya dari Jakarta, pagi ini (19/12).
Henry menegaskan, mengenai alasan Bulog impor beras, karena ketersediaan beras dalam negeri yang tidak ada, ini karena Bulog tidak membeli gabahnya di bulan-bulan panen besar atau panen raya (Maret – Juni).
“Yang mereka bilang tidak ada ketersediaaan itu kan di bulan Oktober – Desember ini yang sedang panen kecil. Jadi memang sedikit gabahnya dan harganya cenderung di atas harga yang sanggup dibeli Bulog. Di bulan-bulan sekarang ini seharusnya Bulog bukan membeli gabah tapi mengeluarkan cadangan gabah atau berasnya. Sesuai namanya, Badan Urusan Logistik, yang berkaitan dengan cadangan, beli gabah ya di saat panen melimpah, jangan saat panen kecil justru mau membeli gabah,” paparnya.
“Jadi Presiden harus berikan peringatan dan mungkin tindakan tegas terhadap pimpinan Bulog yang lalai untuk jalankan tugasnya mengisi gudang-gudang cadangan pangan,” lanjutnya.
Henry menjelaskan, ketika panen besar tahun ini, panen petani melimpah, hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Ini juga diperkuat dengan data di SPI sendiri yang menunjukkan ketika panen raya kemaren harga gabah jatuh.
“Mirisnya Bulog kurang berperan beli gabah pada saat itu,” keluhnya.
“Kalo Bulog tidak berubah, harga gabah akan jatuh lagi ketika panen besar tahun depan nanti. Tahun lalu saja kita tidak impor, harganya saja sudah jatuh dan tidak diserap Bulog. Harga gabah dan beras, pas panen raya kemarin hanya Rp3.000 – Rp3.500, jauh di bawah HPP yang Rp4.2000,” sambungnya.
Untuk itu Henry meminta Badan Pangan Nasional menghadap presiden, meminta agar dikeluarkan Perpres tentang cadangan pangan nasional, bukan hanya cadangan pangan pemerintah.
“Belum ada Perpres yang mengatur cadangan pangan yang ada di masyarakat, di pemda seperti di provinsi dan kabupaten, seharusnya dikeluarkan Perpresnya,” katanya.
Henry juga meminta pemerintah untuk memperkuat Bulog sebagai lembaga yang menjadi penyangga pangan dan punya kapasitas untuk membeli gabah langsung ke petani ke koperasi petani, bukan membeli gabah ke perusahaan-perusahaan perantara yang ada di desa.
“SPI juga meminta pemerintah mengoreksi HPP sekarang karena sudah tidak relevan, akibat kenaikan BBM, pupuk, dan biaya hidup. Kalkuasi kami HPP di Rp5,600 per Kg,” sarannya.
Henry juga menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memperkuat koperasi petani, membentuk koperasi-koperasi petani, tidak bisa hanya mengandalkan kelompok-kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan).
“Poktan dan Gapoktan bukan lembaga ekonomi petani, lebih ke lembaga pendidikan, bukan lembaga usaha. Terbatas jumlahnya poktan yang punya rice milling, pengeringan gabah, perusahaan pemasaran pembelian gabah,” tambahnya.
“Kementan harus mengubah keputusan Mentan, untuk mendorong lahirnya koperasi-koperasi petani, karena peraturan yang ada mendorong poktan menjadi koperasi tidak ada,” tutupnya.
Kontak Selanjutnya :
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668