Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, Gerakan Rakyat untuk Hak Asasi Manusia (GERAHAM) yang terdiri dari berbagai elemen yakni Serikat Petani Indonesia Sumatra Selatan (SPI Sumsel), Walhi Sumsel, LBH Palembang, OWA, SP-OI, dan elemen mahasiswa sumsel melakukan aksi di depan Mapolda Sumsel, Jalan Jenderal Sudirman, Palembang (10/12). Sementara di Surabaya, Jawa Timur Serikat Petani Indonesia, bersama FPPI, Barisan Rakyat Melawan melakukan Aksi Solidaritas. Massa SPI yang terdiri dari perwakilan DPW Jatim, DPW Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat berkumpul di Grahadi pukul 11.00 WIB.
Di Palembang aksi dibuka Rohman Karnadi, Ketua DPW SPI Sumsel, kemudian ratusan massa aksi melakukan longmarch menuju Mapolda Sumsel. Didepan Mapolda massa aksi melakukan orasi-orasi perjuangan dengan membawa sejumlah spanduk dan poster yang bertuliskan, “Petani Bersatu Tak Terkalahkan”, “Tingkatkan Kedaulatan Petani Atas Tanahnya”, “Selesaikan Konflik Pertanahan di Sumsel”, “Hentikan Permasalahan Lahan Petani”.
Dalam orasinya, Rohman mengatakan, ”Sampai saat ini sejak Indonesia merdeka HAM belum ditegakkan sebagaimana mestinya, hal ini terbukti dari kasus penembakan petani ogan ilir oleh aparat Brimobda Sumsel terkait sengketa lahan Desa Rengas Ogan Ilir. Ini jelas melanggar HAM, hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) dan inti utamanya adalah mengembalikan hak atas tanah masyarakat,” tegas Rohman.
Menurut Rohman, kekerasan yang dilakukan oleh Brimobda Sumsel harus diusut tuntas dengan diadilinya dan pemecatan terhadap oknum Brimob yang melakukan penembakan terhadap 20 petani dalam peristiwa di Desa Rengas, Ogan Ilir. Disamping itu lahan harus dikembalikan kepada rakyat.
“Kami juga menuntut penarikan aparat Brimob di lokasi yang tengah menjadi sengketa antara petani dengan PTPN VII,” kata Anwar Sadat, direktur Walhi Sumsel, yang membacakan pernyataan sikap pada aksi tersebut,” tambahnya.
Selain melakukan pertunjukan teater dan pembacaan puisi, para pengunjukrasa yang terdiri dari aktifis LSM, ormas petani, dan mahasiswa ini juga menyerahkan sepasang sepatu lars yang sebelumnya telah ditaburi bunga. Sepatu ini diterima seorang staf Humas Polda Sumsel. Pengunjukrasa yang menyerahkan sepatu lars itu adalah Rohman Kanadi Ketua DPW Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumsel.
“Sepatu lars yang ditaburi bunga ini adalah sebuah simbol kekerasan yang telah diterima rakyat dan taburan bunga ini menandakan keprihatinan atas penderitaan rakyat atas penindasan yang dialami,” ujar Anwar Sadat, selaku humas aksi.
Dalam Aksi di Surabaya, peserta aksi melakukan Pembakaran Peraturan Kapolri (Perkap) No.8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI. Menurut Basuki, Sekretaris SPI Jawa Timur, “Perkap ini merupakan salah satu peraturan yang konsiderannya menggunakan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Tapi fakta menunjukan, kekerasan bersenjata dan intimidasi yang dilakukan polisi kepada petani masih sering terjadi di negeri ini,” ungkap Basuki.
Secara umum tuntutan dalam aksi ini adalah selesaikan konflik-konflik agraria yang terjadi di Sumsel, Jawa Timur dan di seluruh Indonesia yang telah menimbulkan pelanggaran HAM dan hentikan kekerasan oleh aparat kepolisian, premanisme serta segala bentuk kekerasan baik fisik maupun psikis dalam penyelesaian persoalan-persoalan rakyat tani.