ROMA. Salah satu agenda utama pada sidang ke-36 Komite Ketahanan Pangan Dunia (CFS) PBB di Roma adalah pembahasan tentang kepemilikan lahan dan sumber daya alam. (11-16 Oktober 2010).
Beberapa tahun terakhir ini, perampasan tanah oleh investor swasta dan Pemerintah meningkat secara besar-besaran. Hal tersebut semakin menjauhkan akses petani kecil terhadap lahan pertaniannya. Melalui struktur keuangan yang buruk, beberapa bank asal Eropa, Amerika dan Brasil malah berinvestasi dalam proyek perampasan tanah. Investasi ini jelas bertentangan dengan citra bank-bank tersebut di mata publik yang “hijau” dan ramah lingkungan.
Henry Saragih, Koordinator Umum La Via Campesina (gerakan petani internasional) yang hadir dalam sidang CFS tersebut menyebutkan, perampasan tanah cukup melekat dengan model agribisnis yang dipromosikan oleh lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, IMF, IFAD, FAO atau Uni Eropa.
“ Membuat peraturan-peraturan tidak jelas seperti “investasi pertanian yang bertanggung jawab (responsible agriculture investment)” yang diluncurkan oleh Bank Dunia tidak akan menghentikan perampasan tanah, bahkan akan semakin mengesahkan pelanggaran hak asasi petani” ungkap Henry yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia.
Sebagai sebuah gerakan petani internasional, La Via Campesina menolak tegas bentuk baru penjajahan yang mencegah para petani menyediakan makanan bagi masyarakatnya sendiri.
“ Jadi, jika memang ada keinginan politik nyata, yang dapat memberikan solusi terhadap krisis pangan – dimana sekitar 1 miliar orang menderita kelaparan – hal yang sangat mendesak adalah munculnya kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan ala produsen skala kecil (baca: petani kecil) dan menolak kebijakan pertanian berbasiskan agribisnis” jelas Henry.
Dalam rangka mencari solusi atas kelaparan, dan menyediakan makanan yang sehat dan memadai untuk semua umat, akses akan lahan adalah satu hal yang tidak bisa ditawar.
Dalam sidang CFS tersebut, Henry juga menekankan pentingnya Konferensi Internasional tentang Pembaruan Agraria dan Pembangunan Pedesaan (ICARRD) yang diselenggarakan di Brazil pada bulan Juni, 2006.
ICARRD menyoroti pentingnya akses yang lebih tinggi, aman dan berkelanjutan terhadap tanah, air dan sumber daya alam lainnya, serta reforma agraria untuk memberantas kelaparan kemiskinan.
“Bagi kami petani kecil, reforma agraria sejati berjalan apabila tanah pertanian dibagikan kepada petani gurem dan skala kecil, serta pemerintah mendukung agroekologi dan pertanian berkelanjutan. Ini juga berarti pemerintah mampu melindungi pasar nasional dan lokal dari komoditas internasional dan pasar keuangan, serta membangun cadangan pangan lokal” ucap Henry.
“Oleh karena itu, kami mendukung pengembangan pedoman kepemilikan lahan dan sumber daya alam yang secara aktif melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil seperti yang sekarang diluncurkan oleh FAO sebagai langkah pertama. Namun, kami mendesak pemerintahan dunia melaksanakan sepenuhnya komitmen yang tercantum dalam deklarasi akhir ICARRD “ tambah Henry.