Perempuan berkontribusi dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

JAKARTA. Perempuan berkontribusi dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, hal tersebut disampaikan Elisha Kartini, Staf Kajian Strategis Serikat Petani Indonesia (SPI), pada diskusi publik yang diselenggarakan Solidaritas Perempuan (SP) dengan tema “Perempuan Indonesia menentukan kebijakan perubahan iklim: Persiapan menuju perubahan iklim COP 15 Kopenhagen,” di Hotel Harris, jalan Tebet Raya Jakarta, Kamis (3/12).

Kartini menyatakan “Pengetahuan lokal dan pengalaman perempuan memelihara dan menjaga alam yang dapat berkontribusi dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mengelola alam sebagai sumber kehidupan secara arif dan berkelanjutan untuk keberlangsungan hidupnya, keluarga, dan komunitasnya, dengan menerapkan pola pertanian organik yang ramah lingkungan,” tutur Kartini.

Namun kenyataan yang terjadi saat ini perempuan adat menghadapi persoalan pengakuan hak atas tanah, desa mereka mulai kekeringan sumber-sumber air. Semakin berkurangnya makanan dan obat-obatan tradisonal yang mereka peroleh di hutan akibat program penanggulangan perubahan iklim pemerintah mengenai proyek Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) yang mengancam jutaan masyarakat adat terusir dari lahannya.

Lebih lanjut Kartini, menyatakan “Kebijakan revolusi hijau yang digulirkan pada era 1970-1980an telah membawa paket modernisasi pertanian. Tawaran pemberian bibit unggul, teknologi pertanian, irigasi yang lebih baik, dan pupuk kimia menjadi pemikat bagi petani. Program ini menggusur jenis-jenis pangan lokal, baik yang semula dimanfaatkan masyarakat, ataupun tumbuh liar di lahan-lahan pertanian mereka. Masyarakat Indonesia dengan suku dan jenis pangan beraneka ragam telah bergeser menjadi satu macam jenis pangan yaitu beras,” tutur Kartini.

Kartini pesimis perundingan perubahan iklim yang akan berlangsung  menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada perempuan, karena masyarakat yang berada di tingkat nasional maupun internasional serta pemerintah sampai saat ini tidak memberikan perhatian khusus kepada perempuan yang mengalami dampak langsung dan beban ganda terhadap perubahan iklim yang terjadi. “Sehingga harus ada keputusan politik yang berperspektif perempuan dihasilkan dalam perundingan perubahan iklim mendatang,” ujar Kartini.

ARTIKEL TERKAIT
Henry Saragih, Ketua Umum SPI (ketiga dari kiri) dalam Sesi IV Dewan HAM PBB Selangkah Lagi Menuju Deklarasi Hak Asasi Petani dan Masyar...
Martin: “SPI memperluas pengetahuan dan wawasan saya”
Koperasi Sebagai Gerakan Ekonomi Kaum Tani
Petani SPI Sukabumi Peringati Hari Pangan Sedunia & Hari Sum...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU