Permentan 82 Harus Direvisi

Diskusi_Hari_Perjuangan_Petanii_Internasional

JAKARTA. Peraturan Menteri Pertanian (Permenta) 82 sangat kental dengan diskriminasi, karena kelompok tani bukan menjadi sifat, akan tetapi menjadi entitas. Hal ini diutarakan Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah saat diskusi publik untuk memperingati Hari Perjuangan Petani Internasional (17 April) dan Hari Hak Asasi Nasional (20 April) di kantor sekretariat DPP SPI, di Jakarta Selatan, Selasa (21/04).

“Akhirnya organisasi tani tidak terakomodir dan tidak bisa mengakses program atau bantuan dari pemerintah. Hal itu ditegaskan juga dalam UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan), sebelum Pasal 59, Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 diubah berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pedoman dan pembinaan tidak hanya kepada kelompok tani, tetapi juga kepada organisasi tani. Permentan 82 harus direvisi,” tegas Agus Ruli.

Agus Ruli menyampaikan, Permentan yang baru harus mengakomodir petani kecil dan petani tak bertanah. Terlebih di Rencana Definitif Kelompok (RDK) mencantumkan luas lahan, sedangkan petani kecil/buruh tani tidak memiliki lahan. Pada sisi yang lain, penyuluh pertanian jumlahnya terbatas. Maka sebaiknya penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bisa dimanfaatkan dan memiliki wewenang yang sama dengan penyuluh PNS.

Menanggapi hal tersebut, Ranny Mutiara Chaidirsyah selaku Sekretaris Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Kementerian Pertanian menyampaikan, Permentan 82 secara tersirat menegaskan bahwa petani di luar kelompok tani tidak bisa mengakses program maupun bantuan. Maka dari pada itu, diharuskan untuk merevisi Permentan tersebut sesuai dengan putusan MK.

Ranny melanjutkan, perihal subsidi pupuk yang tidak tepat sasaran terdapat contoh kasus di Karawang, dalam satu desa pemilik lahan hanya berjumlah 2 orang masing-masing 23 ha per orang dengan anggota kelompok tani sebanyak 40. Kelompok tani itulah yang mendapat subsidi pupuk walaupun keteradilan sangat jauh dari kenyataan. Petani mayoritas menjadi buruh dan bersumber hanya pada 2 orang. Padahal pupuk bersubsidi hanya bagi petani yang menggarap lahan 2 ha ke bawah.

“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meredefinisi kelembagaan petani. Sekarang marilah bersama-sama kita perbaiki Permentan 82 untuk melakukan pembenahan. Karena macam-macam permasalahan yang terjadi harus segera diselesaikan melalui regulasi,” tutur Ranny.

Sementara itu, Gunawan dari Indonesia Human Right Commission for Social Justice (IHCS) mengemukakan, Permentan pembinaan lembaga petani yang baru nanti, hanya poktan, gapoktan dan lembaga inisiasi petani.

“Kita pada diskusi ini harus bisa membedakan kewenangan, misalnya mengenai penyuluh karena yang memiliki kewenangan itu daerah bukan Kementerian Pertanian. Letak permentan terdapat dua, yaitu lembaga petani dan lembaga ekonomi petani. Kekuatan perlindungan petani adalah dari pemberdayaan petani,” ungkapnya.

Agus Ruli Ardiansyah menambahkan, Permentan yang baru harus mengandung pembinaan dan pemberdayaan terkait persoalan teknis, informasi dan juga pemberdayaan advokasi, hak tanah, dan terlibat dalam kebijakan.

“Organasasi tani lebih ideal dibanding kelembagaan tani,” tambahnya.

ARTIKEL TERKAIT
Penataan Lahan Perjuangan oleh SPI Tapung Hilir, Kampar, Ria...
Geopolitik Tempe Geopolitik Tempe
Impor daging ayam mematikan peternak dalam negeri Impor daging ayam mematikan peternak dalam negeri
SPI-KARAM TANAH Serahkan Judicial Review UU No. 2 Tahun 2012...
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU