Pertanian saat ini merupakan sektor yang tidak menarik lagi untuk dilirik di Indonesia, dan sektor yang hampir identik dengan kemiskinan. Salah satu penyebab terpuruk pertanian Indonesia adalah revolusi hijau yang dicanangkan secara serentak di seluruh negeri ini. Keterpurukan pertanian Indonesia, merupakan faktor yang paling vital bagi hidup manusia. Hal tersebut menyebabkan hingga hari ini kondisi petani dan pertanian di Indonesia masih jauh dari kesejahteraan. Suatu ironi bahwa petani sebagai aktor utama yang menyediakan kebutuhan paling pokok bagi bangsa ini justru menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan kondisi sosial ekonominya.
Dampak dari revolusi hijau diperparah lagi dengan melihat kenyataan penyempitan lahan pertanian, khususnya Jawa, yang amat luar biasa, diikuti oleh ledakan jumlah penduduk yang membutuhkan pangan, angkatan kerja yang terus meningkat, produktivitas lahan menurun drastis karena penggunaan bahan kimia selama revolusi hijau, degradasi lahan, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada sektor pertanian, liberalisasi perdagangan mengubah fungsi pangan yang multidimensi menjadi sekadar komoditas perdagangan yang dikembangkan WTO, meningkatnya harga pupuk dan pestisida, dan munculnya kompetitior-kompetitor baru yang siap melahap sektor pertanian Indonesia, yaitu China, Thailand, dan negara berkembang lainnya. Hal ini menunjukan pertanian Indonesia telah berada pada titik nadirnya.
Untuk keluar dari masalah tersebut Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam perjuangan organisasinya mengedepankan pelaksanaan pertanian berkelanjutan bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin, dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian berkelanjutan berbasis keluarga petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan agribisnis. Pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan.
Dengan demikian, melihat Indonesia mengalami kemunduran karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang lemah, seharusnya bukan hanya sektor pendidikan yang harus dikritisi melainkan pangan sebagai sumber gizi yang merupakan penentu kualitas (SDM) juga harus diperhatikan. Asupan gizi yang baik juga akan meningkatkan kualitas manusia. Oleh sebab itu, upaya pertanian berkelanjutan ini juga bertujuan mereduksi angka gizi buruk di Indonesia dengan pemenuhan secara kuantitas dan kualitas pangan yang tidak lagi teracuni oleh bahan kimia sintetis.
Selain itu, pengembangan sistem pertanian organik dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, apabila ada dukungan yang serius dari pemerintah dengan segera melaksanakan pembaruan agraria yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah Indonesia, karena tanpa hal tersebut kesejahteraan masayarakat petani tidak akan terwujud. Karena jika pemenuhan kebutuhan pokok dalam negeri dipenuhi dengan cara impor dapat mengakibatkan krisis yang berkepanjangan dan produk pertanian dalam negeri menjadi terabaikan. Inilah sebenarnya yang membuat para petani miskin padahal mereka sumber penghidupan dalam menghasilkan makanan pokok yang kita butuhkan.