Pesan SPI dan La Via Campesina bagi Traktat Benih FAO: Petani dalam Perlawanan Mempertahankan Hak atas Benih

BALI. Delegasi La Via Campesina, dari Brazil, Chili, El Salvador, Prancis, Indonesia, India, Mexico, Madagaskar, dan Korea Selatan berpartisipasi dalam the Fourth Regular Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Traktat Benih) di Nusa Dua, Bali dari tanggal 14-18 Maret 2011. Mereka hadir disini untuk menyampaikan suara petani kecil produsen benih di seluruh dunia.

Perjanjian tersebut telah sukses memfasilitasi akses industri terhadap benih. Namun hingga hari ini gagal mengimplementasikan hak petani dan hanya menawarkan dana ilusif melalui “benefit sharing”, dana yang diperoleh dengan mengeluarkan paten atas sumber daya genetik yang difasilitasi oleh perjanjian tersebut.

“Kami menolak “benefit sharing”,  karena kami tidak ingin industri terus melanjutkan pencurian dan privatisasi atas benih kami,” ungkap Titis Priyowidodo, perwakilan SPI.

Seminggu sebelum dimulainya pertemuan traktat benih ini, anggota SPI bersama anggota La Via Campesina lainnya telah bertemu di Bali untuk mengevaluasi situasi para petani terkait isu benih dan memperkuat jaringan benih kami. Mereka berbagi pengalaman mengenai benih industri yang telah menyebabkan kerusakan yang serius, termasuk kriminalisasi petani yang melakukan penangkaran benih dan melakukan seleksi benihnya sendiri.

Hak kekayaan intelektual industri yang diakui oleh perjanjian tersebut sejalan dengan peraturan kekayaan industri WTO telah secara serius menghukum petani yang  menggunakan kembali benih yang dipatenkan. Hak paten bukanlah satu-satunya masalah; dalam sistem UPOV petani harus membayar royalti setiap kali menggunakan kembali benih komersil di lahan mereka.

Dominasi benih industri telah menciptakan masalah yang mempengaruhi kehidupan, lingkungan dan kesehatan petani. Benih industri dihasilkan dengan cara sedemikian rupa sehingga benih tersebut tidak dapat tumbuh tanpa input bahan-bahan kimia.

Keanekaragaman hayati telah diseragamkan dan membuat benih-benih tanaman menjadi tidak tahan hama dan tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda dan iklim yang berubah. Keseragaman benih tersebut juga telah mengurangi diversivikasi pangan global.

Dalam prosesnya, ribuan varietas lokal telah hilang, dan menyebabkan petani menjadi bergantung dengan benih dan input industri. “Telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam pemusatan benih industri dan sekarang, tiga besar perusahaan benih menguasai 53 persen penjualan benih komersil global”, kata Titis Priyowidodo, seperti yang dialamatkannya dalam pembukaan Governing Body Senin pagi.

“Sementara ke-127 negara yang menandatangani perjanjian mengakui hak petani pemulia benih namun memfasilitasi akses industri terhadap benih, mereka tidak melakukan apa-apa terhadap hak hak petani”, komentar Basawareddy, perwakilan dari organisasi tani KRRS, India.

Karena alasan tersebut, La Via Campesina, yang mewakili 150 organisasi petani di 70 negara yang berbeda,termasuk di Indonesia menuntut traktat dengan segera menetapkan implementasi dari Hak-hak Petani. Hal ini harus diterapkan dalam legislasi sekaligus melalui pendanaan langsung atas pengembangan benih “in situ” di lahan petani di bawah kontrol organisasi petani.

“Kami juga menuntut akses terhadap semua koleksi benih yang ada dalam sistem multilateral traktat benih, karena sistem ini telah mmerampas benih-benih yang berasal dari lahan kami,” ungkap Basawareddy.

“Jika negara-negara penandatangan traktat tidak segera memperbaiki situasi ini, kami akan berhenti berkolaborasi dengan traktat benih. Dan kami akan terus mengembangkan, memuliakan, dan mempertukarkan benih lokal kami bagi masa depan manusia dan bumi,” tambah Titis.

===================================================================

Kontak:

Titis Priyowidodo (081380172460)

Kartini Samon (081314761305)

 

ARTIKEL TERKAIT
Mekar Jaya, Langkat : Pasca Dialog dengan Kantor Staf Presid...
SPI Sumsel aksi tolak pembukaan lahan perkebunan sawit
Posisi SPI dalam Kebijakan Sawit di Indonesia: 100 Tahun Industri Sawit, Melanggengkan Kolonialisme Posisi SPI dalam Kebijakan Sawit di Indonesia: 100 Tahun Ind...
Hari Air Internasional: Tegakkan Hak atas Air bagi Petani, W...
1 KOMENTAR
  1. ASPRI berkata:

    Keanekaragaman hayati telah diseragamkan dan membuat benih-benih tanaman menjadi tidak tahan hama dan tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda dan iklim yang berubah.
    PERBENHIAN ORGANIK HAYATI KUNCI SUKSES PERBENIHAN SEUMUR HIDUP KELANSUNGAN PERTANIAN YANG ALAMI.

    PERBENIHAN BUKANLAH SESUATU BISNIS PERTANIAN ,AKAN TETAPI SUATU INTI KEBERHASILAN PERTANIAN BAGI PETANI ITU SENDIRI.

BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU