LEBAK. Pertanian berkelanjutan adalah cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi; keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat; dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya pertanian berkelanjutan identik dengan pertanian organik. Sistem pertanian seperti inilah yang dipelajari oleh para petani Lebak dalam pendidikan pertanian berkelanjutan di lahan perjuangan Serikat Petani Indonesia (SPI), di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten.
Pendidikan pertanian berkelanjutan yang diadakan selama dua hari ini (19-20 Juli 2011) ini dihadiri oleh puluhan petani yang berasal dari empat Kecamatan di Kabupaten Lebak.
Syahroni, Ketua Departemen Pendidikan SPI menyampaikan bahwa pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian yang wajib dianut oleh seluruh kader petani SPI.
“Pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan agraria,” ungkap Syahroni.
Pendidikan pertanian berkelanjutan ini sendiri diisi oleh dua orang kader SPI yakni Wisnu dan Pedro, yang notabene merupakan alumni Sekolah Lapang Pertanian Berkelanjutan SPI Angkatan II.
“Pertanian berkelanjutan merupakan sistem pertanian yang adil karena dalam prakteknya sistem pertanian ini menggunakan semua yang berasal dari alam seperti jerami, kotoran hewan, dedaunan, dan sebagainya, sehingga sama sekali tidak ada yang terbuang dan disia-siakan sehingga kelestarian alam terjaga. Petani yang menjalankan sistem pertanian berkelanjutan adalah pejuang pelindung bumi,” ungkap Wisnu pada saat menjelaskan mengenai teori pertanian berkelanjutan.
Praktek Pertanian Berkelanjutan
Selain dibekali dengan teori-teori, para petani juga langsung diajarkan praktek pertanian berkelanjutan. Kali ini petani diajarkan cara membuat kompos, bokashi, serta EM (Efektif Mikroorganisme).
“Saya bertani dengan menggunakan sistem pertanian berkelanjutan dan alhamdulillah saya merasakan hasil produksi yang lebih memuaskan dibanding bertani secara konvensional dengan menggunakan bahan-bahan kimia,” tutur Pedro sembari mempraktekkan pembuatan kompos.
Dedi, seorang peserta, mengatakan bahwa dirinya sangat antusias dengan pendidikan pertanian berkelanjutan ini.
“Setelah mendapatkan teori dan melihat praktek pembuatan kompos tadi saya akan beralih ke pertanian organik yang ramah terhadap lingkungan,” ungkapnya.
Sementara itu, Pak Min, peserta lainnya mengungkapkan bahwa pelatihan ini telah membuka pikirannya untuk beralih ke pertanian berkelanjutan. Dia menyebutkan bahwa biasanya untuk memulai proses tanam, dia harus berhutang dahulu ke tengkulak demi membeli pestisida dan pupuk-pupuk kimia. Setelah panen, beras hasil panennya dijual tengkulak dengan harga murah, dan dia pun harus kembali membeli beras dengan kualitas yang jauh lebih rendah dari hasil panennya sendiri.
“Kalau dengan pertanian berkelanjutan, saya tidak perlu lagi membeli pupuk dan pestisida kimia, karena telah digantikan dengan kompos dan bokashi yang bahan-bahan pembuatannya berasal dari lingkungan sekitar,” kata Pak Min dengan antusias.
SPI di Kabupaten Lebak sendiri baru dideklarasikan secara resmi tiga bulan yang lalu.