JAKARTA. Indonesia harus berdaulat atas pangannya. Berdaulat atas pangan berarti berdaulat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan berdaulat untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.
Hal inilah yang disepakati para pemimpin gerakan masyarakat sipil di Indonesia dalam acara “Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia” di Taman Menteng, Jakarta, malam ini (24/01). Mereka adalah Henry Saragih (Serikat Petani Indonesia-SPI dan La Via Campesina), Sutrisno Sastromiharjo (Serikat Buruh Indonesia-SBI), Budi Laksana (Serikat Nelayan Indonesia-SNI), Risma Umar (Solidaritas Perempuan-SP), Muhammad Nuruddin (Aliansi Petani Indonesia -API), Berry Nahdian Furqan (Wahana Lingkungan Hidup-Walhi), Chalid Muhammad (Institut Hijau Indonesia-IHI), Indah Sukmaningsih (Institute of Global Justice-IGJ), Gunawan (Indonesia Human Rights Committee on Social Justice-IHCS), beserta elemen gerakan masyarakat sipil lainnya.
Henry Saragih dalam pidato politiknya menekankan bahwa sudah saatnya semua elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia ini untuk merebut kembali kedaulatan pangannya yang selama ini sudah “diberikan” pemerintah kepada korporasi dan pihak asing.
“Kebijakan impor bahan pangan yang semakin tak terkendali, proyek food estate, perampasan tanah, kriminalisasi petani dan masyarakat adat adalah gambaran bahwa pemerintah saat ini memang sama sekali tidak berpihak kepada petani dan rakyat kecil, dan hanya mengutamakan kepentingan korporasi dan pihak asing” tegas Henry.
Petisi ini sendiri dibacakan oleh Martinus Sinani, perwakilan SPI yang juga Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Nusa Tenggara Timur.
Acara ini juga sekaligus syukuran terhadap penghargaan yang diberikan kepada Henry Saragih dari sebuah surat kabar Inggris ternama, The Observer-Guardian. The Observer pada Januari 2011 yang lalu menobatkan Henry sebagai salah seorang dari 20 tokoh hijau dunia dan ditasbihkan sebagai pembela masyarakat miskin pedesaan. Sebelumnya Henry Saragih juga dinobatkan menjadi 50 orang yang mampu menyelamatkan bumi oleh harian The Guardian Inggris pada 2008 lalu.
Berry Nahdian Furqan, Direktur Walhi menyebutkan bahwa penghargaan yang diberikan oleh masyarakat internasional kepada Henry Saragih membuktikan kapasitas seorang Henry Saragih sebagai seorang pejuang yang konsisten memperjuangkan hak-hak kaum petani dan kaum miskin pedesaan.
“Kita sebagai warga Indonesia harus turut bangga, bahwa ternyata kita masih memiliki harapan untuk keluar dari krisis pangan maupun krisis pemerintahan saat ini melalui pribadi seorang Henry Saragih yang telah mendedikasikan hidupnya membela kaum petani dan kaum miskin desa di seluruh dunia” sebut Berry.
Selain penandatangan petisi di tempat acara, penandatangan via internet bisa dilakukan disini
Berikut ini adalah isi dari Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia:
PETISI KEDAULATAN PANGAN RAKYAT INDONESIA
Jakarta, 24 Februari 2011
Dengan berkat rahmat Tuhan yang Maha Adil, kami yang bertandatangan di bawah ini, warga negara Indonesia yang terdiri dari petani, buruh, nelayan, perempuan, penggiat lingkungan hidup, anak-anak, pemuda dan pelajar/mahasiswa, kaum miskin kota, pekerja, akademisi, rohaniwan dan kalangan masyarakat lainnya mengungkapkan petisi kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia, berikut ini:
Sesungguhnya krisis harga pangan yang terjadi sekarang ini, sebagai akibat dari diterapkannya sistem neolibarilisme. Melalui World Trade Organizations dan Free Trade Agreement. Akibatnya pertanian terkonsentrasi pada pertanian eksport, dan monokultur. Dewasa ini makanan tidak lagi sejatinya untuk makanan manusia, tetapi makanan telah diutamakan sebagai bahan industri agrofuel, dan keperluan perusahaan peternakan. Makanan juga menjadi bahan spekulasi perdagangan. Saat ini terus terjadi perampasan tanah-tanah rakyat dan penguasaan tanah-tanah negara oleh perusahaan-perusahaan privat di dunia ini.
Sesungguhnya kedaulatan pangan itu adalah hak dari segala bangsa di dunia ini untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya untuk berkecukupan pangan, dan berbagi bahan pangan secara sukarela dan bergotong royong dengan bangsa-bangsa lainnya. Bahwa hak dari bangsa-bangsa di dunia ini telah berkurang bahkan hilang untuk bisa melindungi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Bahwa tekad para peminpin pemerintahan pada World Food Summit yang diselenggarakan Food and Agriculture Organizations (FAO) pada tahun 1996 untuk menghapuskan kelaparan sebanyak 50 persen dari jumlah 825 juta pada tahun 2015 dipastikan gagal. Karena yang terjadi justru sebaliknya, kelaparan terus meningkat, diperkirakan sudah lebih 1 milyar pada tahun ini. Pun demikian di Indonesia jumlah orang-orang yang lapar tidak berkurang, bahkan orang-orang yang lapar cenderung akan meningkat. Dengan terjadinya krisis harga pangan maka jumlah orang miskin akan meningkat tajam menjadi 60,40 juta jiwa. Yang paling rentan adalah perempuan dan anak-anak.
Sesungguhnya pemerintah Indonesia yang ada sekarang ini telah salah arah dalam mengambil kebijakan pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah tidak sanggup lagi menjaga kedaulatan pangan rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyerahkan kebijakan pangan Indonesia pada perangkap perdagangan bebas pangan dunia, ke tangan para spekulan pangan dunia, mendorong pemenuhan pangan Indonesia dari hasil impor. Pemerintah Indonesia telah membiarkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bukan untuk memenuhi dan melindungi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, tetapi sebaliknya untuk kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah abai terhadap konstitusi Indonesia, terutama pada pasal 33 UUD 1945, dan juga pasal 27 ayat 2, 31, dan 34.
Untuk menegakkan kedaulatan pangan dan mengakhiri kekalaparan di Indonesia dengan ini kami rakyat Indonesia menyatakan bahwa:
Kami rakyat Indonesia akan terus berjuang untuk bisa menegakkan kedaulatan pangan demi tegakkan kedaulatan NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.