Aksi SPI Sumatera Barat, Tolak Rancangan Undang Undang Pengadaan Tanah

PADANG. Ratusan petani Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat, Padang, tadi siang (08/06).

Sukardi Bendang, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumatera Barat menyebutkan bahwa RUU Pengadaan Tanah Untuk  Pembangunan adalah salah satu kebijakan prioritas yang didorong oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera disahkan oleh DPR dalam tahun ini. RUU ini merupakan bagian dari paket reformasi regulasi pembangunan infrastruktur di Indonesia bagi proses keterbukaan pasar dan pelibatan peran swasta lokal maupun asing. Untuk mempermudah kolaborasi pemerintah dengan dunia usaha, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah peraturan diantaranya adalah Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Presiden No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

“RUU ini lebih mengakomodasi kepentingan swasta daripada kepentingan rakyat. Melalui RUU ini, pemerintah membuka ruang lebih besar pagi pengusaha untuk terlibat dalam pembangunan, sehingga berpotensi melegitimasi perampasan dan penggusuran tanah-tanah rakyat atas nama pembangunan dan kepentingan umum,” ungkap Sukardi.

Sukardi juga menjelaskan bahwa RUU ini juga berpotensi menambah jumlah orang miskin, menambah jumlah petani tak bertanah dan menambah jumlah petani gurem di Indonesia, serta semakin menyingkirkan keberadaan masyarakat adat.

“Ini berarti bahwa RUU Pengadaan Tanah ini  kontra-produktif dengan upaya pemerintah untuk menurunkan jumlah masyarakat miskin. Saat ini, sekitar 85% rumah tangga petani di Indonesia adalah petani tak bertanah dan petani gurem. Hal ini berbanding terbalik dengan penguasaan tanah oleh pengusaha perkebunan yang mencapai 7 juta hektar, dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan)/ HTI (Hutan Tanaman Industri) yang mencapai 34 juta hektar,” tambah Sukardi.

Penyelesaian Konflik

Dalam aksi ini, SPI juga meminta pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan konflik agraria, khususnya konflik di Kabupaten Pasaman Barat yang melibatkan perkebunan milik investor asing.

“Di Pasaman Barat terdapat 19 perusahaan perkebunan sawit yang berkonflik dengan petani. Sementara itu, terdapat 36 perusahaan perkebunan besar yang menguasai total 129.400 hektar tanah perkebunan sawit dan 12 di antaranya merupakan perusahaan asing yang menguasai 54.166 hektar lahan di wilayah Sumatera Barat,” jelas Sukardi.

Sukardi juga menegaskan bahwa terdapat 6 kelompok petani SPI yang berkonflik dengan pihak perkebunan di Pasaman Barat. Mereka antara lain berada di Ulu Simpang, Sikerbau, Simpang Tenggo, Maligi-Air Bangis, Batang Lambau dan Wonosari.

Sementara itu, aksi ini diterima langsung oleh Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. Irwan menjelaskan bahwa pada 9 Mei lalu pihaknya telah mengajukan surat keberatan kepada Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Kami memberikan 16 poin masukan soal kepemilikan tanah ulayat di Sumatera Barat,” kata Irwan.

Dalam aksi ini SPI Sumatera Barat juga meminta agar Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menandatangani petisi penolakan RUU tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
Deklarasi Nasional, Satu Abad Kejahatan Korporasi Sawit Di Indonesia Deklarasi Nasional, Satu Abad Kejahatan Korporasi Sawit Di I...
Petani SPI Bagi Pengalaman di Pertemuan Agroekologi La Via C...
Safari Ramadhan Ketua Umum SPI di Sumatera Utara, Riau, dan ...
Sidang kriminalisasi petani SPI Damak Maliho digelar Sidang kriminalisasi petani SPI Damak Maliho digelar
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU