JAKARTA. Majelis Petani Perempuan Internasional ke-4 La Via Campesina yang menghadirkan 250 petani dari 76 negara pagi ini (06/06) resmi dibuka. Acara yang diselenggarakan di gedung serbaguna Padepokan Pencak Silat, Jakarta Timur ini dibuka dengan pagelaran tarian khas Sumatera Selatan dan Aceh.
Yoon Geum Soon, perwakilan Koordinator Komite Internasional La Via Campesina mengemukakan, sejak kelahirannya dua puluh tahun lalu, La Via Campesina telah berupaya untuk mendorong partisipasi perempuan dalam semua tingkat tindakan, pemangku kekuasaan, dan lainnya sebagai cara untuk mengakui pentingnya perempuan dalam proses pembangunan politik gerakan, dan sebagai cara untuk memberantas semua jenis diskriminasi jender.
“Bahkan, peran wanita di Via Campesina adalah bagian dari apa yang membuat gerakan ini tetap eksis baik dalam sejarah gerakan tani dan di antara gerakan sosial dan organisasi internasional,” ungkap petani perempuan asal Korea Selatan ini.
Zubaidah, perwakilan Petani Perempuan Serikat Petani Indonesia (SPI) asal Sumatera menyampaikan kebijakan impor benih dan pangan semakin menghancurkan hak pengelolaan dan kearifan lokal petani perempuan. Perempuan semakin sulit mengembangkan pengetahuan pertanian berwawasan alamnya, perempuan semakin sulit menghasilkan pangan untuk keluarganya. Padahal saat ini, petani sudah cukup terpuruk akibat perubahan iklim yang berakibat kegagalan panen dan instabilitas harga yang disikapi pemerintah dengan kebijakan impor pangan besar-besaran semakin menghancurkan produksi pangan saat ini. Alhasil, peran perempuan dalam pengelolaan benih dan pangan semakin harus bersaing dan digantikan oleh produk-produk impor yang membanjiri pasar lokal dalam negeri.
“Harus disadari, peminggiran terhadap perempuan dan penghancuran terhadap kedaulatan perempuan dalam pertanian merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itu kedaulatan petani dan hak azasi petani harus ditegakkan. Dan berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap petani harus dihapuskan. Semua pihak baik laki-laki maupun perempuan, harus memperjuangkan hak-hak dasarnya sebagai petani, karena perlindungan terhadap hak dasar petani khususnya perempuan-perempuan merupakan perlindungan terhadap hak azasinya sebagai manusia,” papar perempuan yang juga Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Sumatera Ini.
Sementara itu Ketua Departemen Petani Perempuan SPI Wilda Tarigan mengemukakan, watak patriarki feodal yang sekian lama menutup akses perempuan terhadap kepemilikan tanah, serta konversi lahan pertanian besar-besaran yang terus berlanjut semakin menggusur perempuan dari pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa telah berlangsung pergeseran budaya pada petani perempuan, peran petani perempuan dalam budaya pertanian keluarga telah beralih menjadi kerja ekonomi perempuan.
Menurutnya, peran perempuan dalam pertanian keluarga beralih sebagai buruh tani, buruh tani perkebunan. Sebagian lainnya bekerja di sektor industri dan pekerja lainnya di sektor informal, seperti pekerja rumah tangga. Artinya jurang kemiskinan yang dialami perempuan semakin terbuka. Saat ini sekitar 60% dari total perempuan Indonesia terpaksa menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
“Diperkirakan jumlah buruh migran Indonesia yang berada di luar negeri sebesar 4,5 juta orang. Sebagian besar diantara mereka adalah perempuan (sekitar 70 %) dan bekerja di sektor domestik (sebagai PRT) dan manufaktur. Dari sisi usia, sebagian besar mereka berada pada usia produktif (diatas 18 tahun sampai 35 tahun),” ungkap Wilda.
Sementara itu, acara pembukaan ini juga dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI yang diwakili oleh stafnya Mujiati.
Mujiati mengemukakan bahwa kegiatan semacam ini sangat penting dilaksanakan karena mampu mendorong petani-petani perempuan di seluruh dunia untuk bisa mempunyai kemandirian.
“Jadi para petani perempuan yang hadir disini bisa menyatukan visi dan misinya, berkolaborasi dan saling bersinergi, sehingga setiap petani (perempuan) di negaranya masing-masing mampu mempertahankan kedaulatan pangan masing-masing negara, secara dunia dapat menciptakan kesejahteraan Negara dan internasional,” tambahnya.
Sementara itu, acara ini juga dihadiri oleh Koordinator Umum La Via Campesina, Henry Saragih. Henry yang juga Ketua Umum SPI menyebutkan, sebagai wadah perjuangan petani, SPI dan La Via Campesina menekankan bahwa kekuatan perjuangan tani harus dilakukan oleh semua pihak, laki-laki maupun perempuan. Hal ini akan tercermin dalam tampilnya petani perempuan dalam memimpin organisasi, berani memperjuangkan haknya sebagai petani, dan tampil aktif untuk menolak berbagai bentuk penghancuran terhadap kehidupannya sebagai petani.
Acara majelis petani perempuan Internasional ke-4 La Via Campesina akan masih berlanjut sampai esok 7 Juni, diikuti dengan pertemuan internasional pemuda petani La Via Campesina pada 8 Juni. Pembukaan Konferensi Internasional ke-4 La Via Campesina sendiri akan dilaksanakan pada 9 Juni 2013.
Kontak Lebih Lanjut:
Henry Saragih, Ketua Umum SPI – Koordinator Umum La Via Campesina – 0811 655 668
Wilda Tarigan, Ketua Departemen Petani Perempuan SPI – 0838 6512 7862 – 0856 9714 8469
Hadidi Prasaja, Departemen Komunikasi SPI – 0853 61003040