Ada beberapa pengertian dasar dan tujuan koperasi, baik yang di keluarkan oleh International Cooperative Alliance (ICA) maupun pendapat para ahli koperasi lainnya. Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan tujuan koperasi menurut UU ini adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kelahiran koperasi yang awalnya didasari oleh ketidak adilan ekonomi akibat sistim ekonomi yang kapitalistik dan kepetingan individu dalam menumpuk kekayaan yang sebesar – besarnya. Bicara sistem ekonomi tak lepas dari perdebatan sistim ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Di Indonesia di kenal istilah sistim Ekonomi Pancasila atau sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau “ekonomi pasar terkendali” yang mengadopsi kedua sistim ekonomi sebelumnya,sebuah sistim ekonomi yang ibarat bandul jam yang bergerak seimbang kekiri dan kekanan (Dawam Raharjo,2004).
Namun dalam pelaksanaanya pemerintah tidak mampu mengontrol dan membiarkan bandul jam ini bergerak terlalu bebas sehingga saat ini perekonomian Indonesia lebih di dominasi kapital asing. Kapitalis yang menganut sistim ekonomi pasar bebas telah menyebabkan rakyat awam yang daya belinya lemah semakin terpuruk.
Runtuhnya negara sosialis dan semakin mengglobalnya sistim ekonomi kapitalis yang menganut sistim pasar bebas semakin memudarkan tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Sebagian besar kaum akademisi Indonesia terkesan semakin mengagumi globalisasi turut berpengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya (Sri Edi Swasono,2002). Koperasi yang di pandang sebagai sebuah wadah bagi ekonomi kerakyatan dalam prakteknya cendrung menjadi perpanjangan tangan politik dan ekonomi rakyat tertentu. Koperasi belum dipandang secara menyeluruh sebagai sebuah gerakan ekonomi kaum tani, buruh dan rakyat kecil lainnya, bahkan sering terjebak pada persoalan teknis-teknis belaka.
Para pendiri negara ini telah meletakkan dasar sistim perekonomian Indonesia melalui konstitusi bagi terciptanya perekonomian Indonesia yang lebih adil. Pasal 33 UUD 45 naskah asli mengandung idiologi kebangsaan dan kerakyatan dalam rangka mewujudkan kesejakteraan rakyat yang berkeadilan ekonomi. Ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 menegaskan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”, dan asas ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi tercantum dalam penjelasan pasal 33 ini. Wadah ekonomi yang sesuai dengan itu adalah koperasi yang memiliki nilai dan prinsip-prnsip ekonomi kerakyatan, berkeadilan, demokrasi, anti neoliberalisme, partisipatif, terbuka, tidak diskriminatif, tidak berorientasi kapital, jujur dan kekeluargaan.
Sejalan dengan ayat 1 pasal 33 UUD 45, ditegaskan kembali oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran orang banyak lebih diutamakan dari pada kemakmuran segelintir orang (Revrisond Baswir,2003).
Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila (Pancasila yang dilaksanakan dengan benar), yang di dukung oleh Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 34 UUD 45. Partisipasi seluruh anggota masyarakat melalui demokrasi ekonomi dalam produksi dan menikmati hasil produksi nasional yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 45 sejalan dengan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian. Negara juga menjamin terhadap kebebasan berserikat,berkumpul dan berpendapat, serta jaminan terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Sungguh sangat disayangkan dasar perekonomian Indonesia yang di buat pendiri negara ini ternoda dengan di amandemennya UUD 45. Penambahan ayat 4 pasal 33 UUD 45 menjadi rancu karena ayat baru ini merupakan hal teknis menyangkut pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan dan program-program pembangunan ekonomi (Mubiyarto,2003). Pemikiran dibelakang ayat baru ini dan penghapusan penjelasan pasal 33 adalah paham persaingan pasar bebas yang menghendaki dicantumkannya ketentuan eksplisit sistem pasar bebas yang di usung kaum neoliberalisme.
Penerapan paham neoliberalisme disektor pertanian berakibat pada kehidupan petani di Indonesia secara umum sangat jauh dari kehidupan yang layak. Petani saat ini terjebak dalam persoalan-persoalan pokok seperti mahalnya biaya produksi, ketergantungan pada bibit dan pestisida, kelangkaan pupuk, minimnya modal usaha, keterbatasan informasi, persoalan harga dan minimnya penguasaan lahan pertanian. Alat produksi,proses produksi dan pasar di kuasai oleh kapital komprador & pelaku KKN, tengkulak, spekulan dan perusahaan pangan multinasional/transnasional. Dibutuhkan suatu upaya untuk memperbesar akses rakyat dalam memproduksi pangan, dan peningkatan kesejahteraan petani melalui upaya perombakan yang mendasar dalam penguasaan alat produksi, model produksi, dan distribusi produksi.
Sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA 1960, negara berhak mengatur peruntukan, penggunaan, persediaaan, dan pemeliharaan lahan pertanian bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil pengambilalihan lahan pertanian ini, ditambah dengan ribuan hektar lahan pertanian di bawah penguasaan negara lainnya, harus diredistribusikan kembali kepada para petani penggarap yang memang menggantungkan kelangsungan hidup segenap anggota keluarganya dari mengolah lahan pertanian(Revrisond Baswir, 2003).
Substansi sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan terdapat pada penguasaan alat-alat produksi di tangan rakyat , koperasi petani sebagai sebuah sistim ekonomi kerakyatan menyangkut penguasaan alat produksi dasar, berupa penguasaan sumber-sumber agraria. Pembaruan agraria yang sejati dalam rangka penataan dan pendistribusian tanah kepada petani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan ekonomi kaum tani itu sendiri. Dalam prakteknya koperasi petani terlibat pada proses perjuangan terhadap penguasaan alat produksi, memiliki database peguasaan lahan anggota dan penentang alih fungsi lahan karena berpengaruh pada proses produksi dan pasca produksi.
Peningkatan kesejahteraan petani melalui koperasi tidak bertumpu pada pasar ekspor dan modal asing, melainkan berawal dari kekuatan petani itu sendiri dan kekuatan bangsa ini. Koperasi petani harus mampu menjawab ketergantungan petani pada penggunaan asupan dan dominasi koorporasi pangan. Antithesis dari konsep agribisnis yang menguasai keseluruhan rantai proses pertanian, mulai dari hulu sampai hilir di kuasai oleh koorporasi pangan/ perusahaan agribisnis dan program pertanian pemerintah melalui investor (food estate).
Koperasi wadah dan bagian dari upaya petani dalam memproduksi benih, pupuk, permodalan, pengaturan produksi, alat-alat pertanian dan proses pendistribusiannya. Nilai-nilai kerja sama yang terkandung dalam koperasi sudah di praktekan oleh nenek moyang kita pada proses produksi pada zaman dulu, gotong-royong dalam mengerjakan lahan, pinjam meminjam bibit dan tradisi lumbung merupakan nilai luhur yang di wariskan pendahulu kita.
Koperasi petani sebagai bagian yang tak terpisahkan dari organisasi tani memiliki peran dalam membangun ekonomi pangan lokal yang berdasarkan pada penguasaan alat produksi, proses produksi dan pemasaran pangan di tingkat lokal. Koperasi petani memiliki fungsi dan peran strategis bersama Bulog dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan pangan nasional, dengan keterlibatannya dalam pengaturan produksi dan distribusi pasca produksi untuk menjaga kestabilan harga dan pasar yang di utamakan untuk pemenuhan kebutuhan/kesejahteraan anggota, masyarakat sekitar dan kebutuhan nasional.
Pembangunan koperasi petani tidak sepotong-sepotong hanya pada persoalan bagaimana memasarkan hasil pertanian, mengajarkan petani jadi pedagang dan mencari keuntungan belaka, sehingga tidak terjebak sebagai perpanjangan tangan ekonomi kapitalis. Koperasi petani harus di pandang sebagai alat perjuangan gerakan ekonomi kaum tani dalam mencapai kesejahteraan yang berdasarkan atas keadilan, partisipatif dan kemandirian.
Penting menjaga konsistensi gerakan agar tetap berada dalam kerangka melawan neoliberalisme, jangan jadikan gerakan koperasi petani yang justru memperkuat neoliberalisme.
Koperasi petani harus di lihat sebagai kesatuan yang utuh dan tidak terputus dalam hal penguasaan alat produksi, proses produksi dan pasca produksi,dan bagian dari perjuangan kekuatan ekonomi rakyat secara nasional termasuk dalam hal menyikapi kebijakan sistim ekonomi Indonesia yang tidak berpihak. Sebagai wadah perjuangan dan gerakan ekonomi kaum tani yang memiliki nilai dan prinsip ekonomi berbasis kerakyatan, tujuan utama koperasi petani adalah dalam rangka menciptakan kondisi ekonomi dan politik yang demokratis dan berkeadilan. Keberadaannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari organisasi tani merupakan ujung tombak agar terciptanya peri kehidupan ekonomi petani, rakyat, bangsa dan negara yang mandiri, adil dan makmur.
===============================================================
Sukardi Bendang,
Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat