BANTEN. Petani perempuan berkontribusi besar dalam mencapai kedaulatan pangan, hal tersebut disampaikan Elisha Kartini, staf Departemen Kajian Strategis Serikat Petani Indonesia (SPI), pada diskusi yang diselenggarakan biro petani perempuan wilayah Banten dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia dengan tema “Petani Perempuan Ujung Tombak Kedaulatan Pangan”, di desa Cilukut, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak, Banten (21/10).
Kartini menyatakan petani perempuan sebagai pelindung pangan lokal dan melestarikan benih lokal, sebagai pemilik lahan, petani layaknya mempunyai hak untuk mengembangkan dan memberdayakan jenis benih lokal. Selain itu, pemberdayaan benih lokal juga merupakan upaya untuk memandirikan petani yang kemudian akan membawa mereka pada peningkatan kesejahteraan. Secara sadar, petani yakin bahwa pada hakekatnya Revolusi Hijau membawa mereka semakin dekat pada ancaman tidak produktifnya lagi lahan mereka dikarenakan ketergantungan atas input kimia untuk tanah antara lain pestisida dan pupuk kimia.
Revolusi Hijau juga berdampak pada meningkatnya ketergantungan petani pada kekuatan modal sehingga perlahan petani kehilangan hak dan kedaulatannya yang meliputi: hak atas tanah, hak atas atas air, hak atas benih, hak atas teknologi, dan hak atas berorganisasi. Mengenai hak berorganisasi, Kartini menuturkan pentingnya perempuan berorganisasi, alasannya antara lain, kader petani perempuan bisa menjadi pendidik bagi sesamanya, banyak kepentingan yang akan diperjuangkan, meningkatkan kemampuan ekonomi petani perempuan, serta memperjuangkan kesetaraan gender di masyarakat.
Selain diskusi, peserta membawa kreasi produk pangan lokal, yang dinikmati setelah acara usai anggota petani perempuan, “Semoga Petani perempuan di wilayah Banten dapat bersatu untuk menambah ekonomi keluarga, serta dapat menerapkan sistem pertanian organik untuk menjaga kedaulatan pangan”, tutur mala, anggota petani perempuan SPI Basis Cileles