SERANG. Lebih dari 9.000 rumah tangga tani di Padaricang, Banten kini terancam oleh kencangnya bisnis air yang terjadi semenjak dikeluarkannya UU privatisasi air pada tahun 2004 lalu. Mumuh, salah satu anggota dari SPI Ciomas mengatakan bahwa puluhan sumber daya air di Padarincang telah dimonopoli oleh para investor baik yang mengelola air secara kemasan ataupun yang menyedot air-air pegunungan dan menjualnya dengan mobil-mobil tanki. Saat ini, dikecamatan Padarincang saja, setidaknya dua perusahaan air minum kemasan telah dibangun dan terbukti telah menyebabkan penurunan debit air untuk irigasi.
Satu kasus yang baru-baru ini terjadi adalah kasus pembangunan pabrik air Danone yang telah ‘merampas” 100 hektar sawah yang subur di Padaricang untuk kemudian dikonversi menjadi sumur arthesis penghasil air. Danone berdalih tidak akan mengambil air permukaan, tetapi lebih parahnya Danone akan mengambil air bawah tanah dengan pengeboran sedalam 800 m. Akibatnya, 6.200 hektar sawah di Padarincang akan terancam kekeringan.
Danone merupakan salah satu perusahaan MNC disektor air. Dua perusahaan besar air lainnya yang telah merampas kedaualatan petani dalam mengakses air di Banten diantaranya adalaha coca cola dan Sosro. Kedua perusahaan ini telah mengambil permukaan air di wilayah Pandeglang. Selain itu, Lyones perusahaan MNCdari Inggris MNC juga telah menguasai PDAM di Jakarta.
Lahirnya UU Pengelolaan Sumber daya air No.7/2004 disinyalir telah meningkatkan investasi di bisnis air, dan pada saat yang sama, hal tersebut telah mempercepat proses pemiskinan pada petani dan masyarakat desa. Semakin banyak perusahaan-perusahaan air , maka semakin sulit bagi petani untuk mengakses air. Fakta menunjukkan bahwa konflik antara petani yang bersaing untuk mendapatkan air irigasi telah meningkat. Saat ini jika dibanding pada tahun-tahun sebelumnya.
Perjuangan kaum tani
Privatisasi air bukan satu-satunya alasan yang membuat petani sulit untuk akses air. Penggundulan hutan dan industrialisasi juga memberikan kontribusi. Pada sulitnya kemampuan mengakses air yang berimbas pada pemiskinan kaum tani dan masyarakat desa.
“Kita dapat melihat fakta-fakta dari proyek Danone di Sukabumi dan Klaten, masyarakat setempat menderita karena Danone sangat serakah dalam memanfaatkan air dari tanah masyarakat, untuk kasus kami, jika pemerintah tidak mau menghentikan eksploitasi ini, maka kita akan melakukan dengan cara kami “, Mumuh, seorang anggota SPI basis Ciomas Banten menegaskan.
Bersama dengan petani di kampung lainnya Mumuh bersatu untuk mendesak pemerintah lokal dan nasional untuk mencabut izin eksploitasi air sejak awal 2008. Pada saat itu, Danone telah memulai proyek dengan mengurug sawah dan memasang pipa. Mumuh dan petani laiinnya berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat setempat dan masyarakat luar akan bahaya dari privatisasi air oleh PT. Danone ini.
Kerasnya perjuangan kaum tani membuahkan hasil ketika pada September 2008 lalu kegiatan lapangan oleh PT.Danone pada akhirnya dihentikan. Kini, perjuangan ini belum selesai, 12 hektar dari 100 hektar sawah telah dikonversikan ke dalam tanah biasa, dan semua tanah tersebut saat ini telah dikuasai oleh PT.Danone. Petani dan masyarakat desa saat ini masih harus memastikan pemanfaatan lahan tersebut. Mereka berharap tanah dan sumber daya air dapat dikelola secara berkelanjutan dengan cara dan dengan mempertimbangkan prinsip keadilan sosial bagi masyarakat.