JAKARTA. Banteng tua itu telah meninggalkan kita semua. Banteng tua yang tak kenal lelah membela petani kecil yang dipinggirkan, banteng tua yang tak pernah letih memperjuangkan hak-hak petani kecil yang kerap diabaikan. Sugiatmo atau yang lebih akrab dipanggil Mamock, berpulang ke rahmatullah pada Rabu shubuh, 04 Februari 2015.
Semasa hidupnya, pria kelahiran Solo, 6 Maret 1947 ini adalah potret seorang pejuang tani yang tak lekang dimakan zaman. Pada 1986, Mamock mulai bergabung di beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan merupakan seorang Community Organizer (CO) yang cukup handal. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, suami dari Lindawati ini membentuk Himpunan Petani Mandiri Jawa Tengah (HPMJT) yang kemudian pada 1998 melebur ke Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) hingga kini berganti menjadi unitaris menjadi Serikat Petani Indonesia (SPI).
Pria yang memiliki 4 orang anak ini mengatakan bahwa Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah satu-satunya organisasi massa perjuangan petani independen yang konsisten dalam perjuangan reforma agraria. Mamock juga berpendapat bahwasanya setiap jengkal tanah di dunia ini pasti membuat masalah. Oleh karena itu, Mamock masih memegang teguh prinsip “rukun enteng” yakni bagaimana dengan kerukunan itu segala sesuatunya bisa dilakukan dan diselesaikan.
Anggota Majelis Nasional Petani (MNP) SPI untuk wilayah Jawa Tengah ini mengatakan bahwa dia akan terus mengawal SPI untuk tetap memperjuangkan petani demi mewujudkan pembaruan agrarian dan keadilan sosial. “SPI ini adalah masa depan cerah petani Indonesia, oleh karena itu saya akan terus mengawal dan mengawasi SPI ini diminta ataupun tidak diminta” ungkapnya.
Mamock juga mengungkapkan bahwasanya semulia-mulianya manusia itu adalah petani.
“Kalau petani tidak ada kita mau makan apa?” tegasnya di suatu kesempatan.
Edy Sutrisno, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jawa Tengah menyampaikan, Pak Mamock adalah teladan bagi semua kader petani (SPI).
“Di usianya yang lanjut, Pak Mamock masih sering turun langsung ke basis-basis untuk sekedar ngobrol, rapat, diskusi, hingga memecahkan masalah bersama petani,” tutur Edy.
Henry Saragih, Ketua Umum SPI merasa cukup kehilangan sahabat sekaligus gurunya tersebut. Menurutnya Pak Mamock adalah seorang yang cukup berdedikasi tinggi, berkomitmen, dan pantang menyerah dalam memperjuangkan kepentingan petani kecil.
“Sebagai pribadi saya cukup kehilangan beliau. SPI sendiri sebagai organisasi massa berbasis petani kecil. buruh tani, dan petani tak berlahan juga sangat kehilangan salah satu kader terbaiknya ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menerima semua amal ibadahnya,” imbuh Henry.