Seruan Aksi Nasional 12 Januari 2012, Jalankan Reforma Agraria dan Pulihkan Hak-Hak Rakyat Indonesia

JAKARTA. Bahwa masalah utama agraria (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan, penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi besar, di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, di tengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah-tanah rakyat masih terus terjadi.

Perampasan tanah tersebut terjadi karena persekutuan antara Pemerintah, DPR-RI beserta Korporasi. Mereka menggunakan kekuasaannya  mengesahkan berbagai Undang-Undang seperti: UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No.41/1999 Kehutanan, UU 18/2004 Tentang Perkebunan, UU No.7/2004 Sumber Daya Air, UU 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU 4/2009 Minerba, dan yang terbaru pengesahan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Keseluruhan perundang-undangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa, kesemuanya hanya untuk kepentingan para pemodal.

Dalam situasi tidak dilaksanakannya reforma agraria yang direncanakan dan semakin sempitnya lahan petani, konflik agraria antara petani dengan perusahaan swasta perkebunan, pertambangan, AMDK (Air Minum Dalam kemasan), dan BUMN atau PTPN masih terus berlangsung secara masif dan berlarut-larut. Petani terus dihadapkan dengan penangkapan, penggusuran, penembakan serta berbagai tindak kekerasan dan kriminalisasi. Badan Pertanahan Nasional (2011) mencatat 2.791 kasus pertanahan pada tahun 2011.

Tercakup dalam kasus tanah tersebut adalah kasus pengadaan tanah yang berbuntut pada praktek pelanggaran HAM, seperti intimidasi, penganiayaan, penembakan, hingga penangkapan warga yang berujung pada kriminalisasi, dengan melibatkan aparat negara. Hal ini berdampak nyata terhadap hilangnya sumber-sumber kehidupan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, khususnya perempuan, di mana perempuanlah yang kemudian harus memikirkan keberlanjutan rumah tangga, keluarga dan anak-anaknya, terkait tempat tinggal, penyediaan makanan, air bersih dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Kasus-kasus yang terjadi di Merangin, Kampar, Mesuji, Bima, dan lainnya adalah bukti bahwa aparat tidak segan-segan “menyakiti” rakyat yang menolak perampasan tanah. Hal ini terjadi karena mereka secara jelas dan terbuka telah menjadi tenaga aparat bayaran perusahaan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, dan tentu saja pihak-pihak ini berlindung di bawah UU yang sangat pro kepada pemodal besar dan anti rakyat.

Oleh karena itu, Serikat Petani Indonesia bersama puluhan organ lainnya yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Pemulihan Hak Hak Rakyat Indonesia mengajak seluruh anggotanya dan juga segenap masyarakat di seantero Indonesia untuk turut serta dalam aksi nasional yang akan dipusatkan di Jakarta pada kamis, 12 Januari 2012.

Aksi serentak juga akan dilaksanakan di seluruh penjuru Indonesia, baik oleh anggota SPI ataupun gerakan masyarakat sipil lainnya. Mari bersama menjadi bagian untuk menuntut dijalankannya reforma agraria sejati oleh pemerintah serta menjadikan Indonesia sebagai negara yang “welas asih” terhadap rakyatnya.

 

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI)

Henry Saragih (Ketua Umum) 0811655668

ARTIKEL TERKAIT
Petani SPI Sukabumi Peringati Hari Pangan Sedunia & Hari Sum...
SPI Sumatera Barat lakukan aksi tolak food estate
Jantung Perekonomian Indonesia Dibangun Melalui Koperasi Pro...
Refleksi Konsultasi ITPGRFA
BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU