SURABAYA. Dalam rangka merayakan Hari Tani Nasional (HTN) ke-54, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Timur (Jatim) melakukan aksi di depan gedung negara Grahadi, Surabaya (24/09). Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Syaiful Zuhry menyampaikan, aksi ini juga dilaksanakan sebagai upaya penegasan kepada pemerintahan daerah (Pemda) Jatim mengenai pentingnya penegakan kedaulatan pangan dan pembaruan agraria untuk kemandirian rakyat Jatim.
“Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang jadi lumbung padi nasional, namun mengalami penyusutan lahan pertanian, akibat alih fungsi lahan ke sektor industri dan perumahan. Ini harus jadi perhatian serius pemerintah jika ke depannya ingin rakyat Jatim berdaulat pangan,” papar Syaiful Zuhry di Surabaya (24/09)
Dalam aksi yang tergabung dalam Aliansi Tani Jawa Timur ini, Syaiful Zuhry juga menyampaikan selain alih fungsi lahan, persoalan penyusutan lahan pertanian di Jawa Timur juga disumbang oleh tidak tergarapnya lahan yang berada dalam tanggungjawab pengelolaan pihak perkebunan.
“Faktanya banyak tanah-tanah di Jawa Timur itu terlantar tidak dikelola. Banyak tanah-tanah Perhutani yang hari ini hamparan bukit itu tidak dikelola. Banyak perkebunan-perkebunan swasta atau BUMN (pemerintah), yang itu terlantar tanahnya, daripada terlantar mending dikerjakan oleh petani. Disinilah pentingnya pembaruan agraria itu,” paparnya.
Dari Ruteng, Manggarai, ratusan petani SPI Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan aksi longmarch dari sekretariat DPW SPI NTT di Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong menuju kantor Bupati Manggarai.
Dalam aksi HTN yang dilakukan bersama gerakan mahasiswa ini, Ketua BPW SPI NTT Martinus Sinani menyampaikan, petani meminta Pemda untuk mengembalikan tanah masyarakat adat yang diklaim jadi kawasan hutan.
“Kami juga meminta penghentian operasi pertambangan di Manggarai dan Manggarai Timur yang berdampak buruk bagi lingkungan, serta mendesak aparat untuk menghentikan segala kriminalisasi petani yang sedang berproduksi di lahannya. Bagaimana kita mau berdaulat pangan kalau petani yang jadi aktor penjaga kedaulatan pangan itu sendiri malah dikriminalisasi dengan alasan yang tak jelas,” jelas Martinus Sinani.
Setelah berorasi, massa aksi Hari Tani Nasional diterima sejumlah Anggota DPRD Manggarai. Dalam dialognya, para anggota DPRD menjawab keinginan para petani dengan menyatakan bahwa semua usulan petani akan ditindaklanjuti, dan akan menyurati Bupati Manggarai untuk segera membuat surat rekomendasi ke Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
Sementara itu, para petani SPI Sulawesi Tenggara (Sultra) memperingati perayaan Hari Tani Nasional dengan menggelar aksi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Prov. Sultra, di Kendari (24/09). Dalam aksi yang tergabung dalam Front Rakyat untuk Pembaruan Agraria (FRPA) Suktra ini, massa aksi menyampaikan beberapa tuntutan, seperti mendesak pemerintah untuk menjalankan pembaruan agraria sejati sesuai amanat pasal 33 UUD 1945 dan UUPA tahun 1960.
Saharuddin, perwakilan SPI Sultra menyampaikan, pihaknya meminta pemerintah untuk membentuk komisi ad hoc bidang konflik agraria, dan agar BPN segera menertibkan lahan-lahan bermasalah di lokasi eks Hak Guna Usaha (HGU) dan mengakhiri dan menghentikan ekspansi perkebunan bermotif agunan di Sultra.
“Kami juga meminta pemerintah melakukan distribusi Lahan untuk petani atas nama kedaulatan pangan dan menghentikan alih fungsi lahan pertanian,” katanya.
Dari Lombok, SPI Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama LSM dan gerakan mahasiswa melakukan aksi ke kantor Gubernur NTB (24/09). Ketua BPW SPI NTB Echang menyampaikan, aksi HTN ini meminta Pemda NTB untuk menelurkan Perda yang mengadopsi semangat kedaulatan pangan untuk kemandirian rakyat NTB.