JAKARTA. Rabu (9/12) telah terjadi pengrusakan dan pencabutan tanaman kopi milik petani anggota Serikat Petani Indonesia Basis Mbohang, Kecamatan Lelak. Kabupaten Manggarai. Pencabutan dan pengrusakan tanaman kopi ini dilakukan oleh petugas dari Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Dalam kawasan perkebunan kopi rakyat itu kejadian ini terus berulang sejak tahun 1986 ketika Dinas Kehutanan memperluas batas tanah yang menyerobot tanah adat masyarakat.
Dalam kawasan perkebunan kopi rakyat itu kejadian ini terus berulang sejak tahun 1986 ketika Dinas Kehutanan memperluas batas tanah yang menyerobot tanah adat masyarakat. Seperti pada tahun 2002 di Mbohang terjadi perusakan lahan petani lebih dari 130 Ha, perusakan tersebut dilakukan melalui operasi secara besar-besaran oleh Dinas Kehutanan dibantu polisi hutan, Brimob, dan TNI. Pada kejadian tersebut ditangkap juga 5 petani. Terakhir pada pertengahan tahun 2009, seorang petani yang juga tua adat di Gendang Herokoe dipanggil polisi dengan tuduhan menggunakan kayu dari kawasan hutan untuk rumah adat, padahal kayu tersebut diambil dari Lingko (kawasan adat).
Dengan kejadian ini SPI memandang bahwa sengketa tanah ini merupakan bagian dari ribuan konflik tanah yang tak terselesaikan. Untuk itu perlu ada upaya yang kongkret dalam penyelesaian konflik pertanahan yang berpihak kepada petani dan masyarakat, karena selama ini petani selalu menjadi korban.
Secara nasional Presiden RI telah menetapkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) pada tahun 2007 lalu untuk memastikan terdisribusikannya tanah bagi petani, dan program ini sudah seharusnya segera direalisasikan. “Jika PPAN hanya sekedar janji kampanye saja maka kejadian kekerasan dan perampasan tanah-tanah petani akan terus terjadi,” ujar Achmad Ya’kub, Ketua Departemen Kajian Strategis SPI.
Merespon kasus ini Serikat Petani Indonesia (SPI) mengecam keras atas tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. SPI juga telah mengirim surat protes yang ditujukan kepada Ir. Malek Bernardus MM, Kepala Dinas Kehutananan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang telah ditembuskan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Komisi B. “Kami berharap agar pihak-pihak terkait dilapangan untuk menahan diri agar tindak kekerasan dan pengrusakan tidak meluas,” ungkap Ya’kub.
Lebih lanjut Ya’kub menambahkan “Kami juga telah menyurati kepada Dinas Kehutanan untuk menghormati tapal batas tanah adat. Selama belum ada penetapan tapal batas baru, maka wilayah tersebut dalam status quo, artinya tidak boleh ada aktifitas penanaman baru apalagi perusakan tanaman petani, dan petani tetap boleh melakukan panen dari tanaman yang telah ditanam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” tambahnya.