BANTUL. Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Bantul, Yogyakarta, bekerjasama dengan Agricultural Enterpreneur Clinic (AEC) memperkenalkan cara bertanam dengan menggunakan metode tapak macan. Hal ini ditandai dengan prosesi tanam padi perdana di lahan selus 3.000 meter persegi di Dusun Palihan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, Sabtu (16/06).
Ketua Badan Pelaksana Cabang (BPC) SPI Bantul Sumantoro menyampaikan, metode tapak macan adalah bertanam dengan membentuk segitiga, dimana setiap sisi berjarak tujuh centimeter. Sementara jarak antara segitiga tanaman satu dengan segitiga tanaman lain 30 centimeter.
“Jadi metode ini hanya membutuhkan satu bibit untuk setiap penanaman, akibatnya penggunaan air akan lebih hemat, dan menggunakan pupuk organik baik kompos ataupun cacing,” kata Sumantoro.
Sumantoro melanjutkan, metode tanam ini baru pertama kali diperkenalkan di Bantul, Yogyakarta. Namun sesungguhnya kata Sumantoro, metode ini sudah banyak diterapkan di wilayah Sulawesi, Aceh, dan lainnya.
“Dengan metode tapak macan ini, hasil panen meningkat 16 – 17 ton per hektar, hemat air dan juga hemat bibit karena setiap lubang tanam hanya membutuhkan satu batang yang nantinya akan berkembang pesat, dan tentunya berasnya akan lebih sehat dikonsumsi karena menggunakan pupuk organik,” terang Sumantoro.
Hal senada dituturkan Ketua Badan Pelaksana WIlayah (BPW) SPI Yogyakarta Tri Hariyono. Ia menyatakan, bertanam padi dengan menggunakan metode tapak macan berpotensial menghasilkan panen yang lebih besar.
“Setelah berumur dua bulan hasilnya akan terlihat berbeda. Dalam satu rumpun padi dengan metode tapak macan rata-rata berisi 45 anakan, sedang yang konvensional hanya 20-25 anakan saja. Oleh karen itu kami dari SPI Bantul dan Yogyakarta juga mengucapkan terimakasih atas dukungan teman-teman dariAEC, khususnya Bapak Ir. Arif Budiman atas bantuan dan dukungannya,” ungkapnya.
Tri menegaskan, dengan menggunakan metode ini, petani bisa melepaskan ketergantungannya dari input-input kimia yang tidak menyehatkan, dan hanya dikuasai oleh segelintir perusahaan swasta transnasional yang hanya mengejar keuntungan.
“Metode ini tentu saja ramah lingkungan,” kata Tri lagi.
Tri menambahkan, pembangunan pertanian memegang peranan penting dalam pencapaian target produksi pangan, selain itu juga berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus menampung tenaga kerja yang cukup besar.
“Sehingga pembangunan sektor pertanian yang menjadikan petani kecil sebagai produsen pangan utama sebagai strategi pembangunan bangsa harus mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, mulai dari tingkat lokal hingga nasional,” imbuhnya.
“Untuk itu kami petani SPI menuntut kepada pemerintah daerah dalam hal ini dinas pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk lebih memperhatikan nasib petani kecil yang meski masih sering dinomorduakan namun mampu menghasilkan inisiatif-inisiatif yang mampu menegakkan kedaulatan pangan,” tambahnya.
perbedaannya di mana dengan model SRI..?
Selamat pagi ..
Kami dari lembaga AEC Mohon kiranya kami dapat dikirimi tulisan mengenai Tapak Macan yg pernah ditulis … Yakni tulisan kerja sama lembaga AEC dan SPI di Kab. Bantul. Demikian disampaikan atas kerjasamanya diucapkan terimalasih.
Wawan . K